- Ketika membahas atau melaksanakan studi budaya dan perbandingan budaya, maka rancangan Ethic dan Emic akan senantiasa muncul. Ethic dan Emic sebenarnya ialah istilah antropologi yang dikembangkan oleh pike (1967), dalam Segall, 1990), istilah – istilah ini berasal dari kajian antropologi bahasa, yakni Phonemix atau studi yang mempelajari bunyi – bunyian yang digunakan atau ditemukan pada semua bahasa atau universal pada semua budaya. Selanjutnya Pike memakai perumpamaan Emic dan Ethic untuk menjelaskan dua sudut pandang (point of view) dalam mempelajari perilaku dalam kajian budaya. Ethic selaku titik pandang dalam mempelajari budaya dari luar system budaya tersebut, dan merupakan pendekatan awal dalam mempelajari sebuah system budaya tersebut, dan ialah pendekatan permulaan dalam mempelajari suatu metode yang asing. Sedangkan Emic selaku titik pandang merupakan studi perilaku dan dalam system budaya tersebut (Segall, 1990).
Selanjutnya para psikolog yang terpikatpada kajian lintas budaya lebih menggunakan perumpamaan Ethic dan Emic sebagai aspek ketimbang titik pandang atau cara pendekatan. Ethic yakni faktor kehidupan yang muncul konsisten pada semua budaya. Emic menjelaskan universalitas suatu konsep kehidupan sedangkan Emic menjelaskan keunikan dari sebuah rancangan pada satu budaya (Matsumoto, 19996).
Pemahaman akan kedua rancangan ini menjadi dasar dalam melakukan pemahaman budaya dan perbedaan budaya sekaligus dalma melakukan studi dan evaluasi penelitian psikologi lintas budaya. Sebuah perilaku dari manusia dan kita akui kebenarannya sebagai sebuah Ethic, maka dapat dibilang bahwa perilaku tersebut yakni universal tergolong dalma kebenarannya. Hasil penelitian yang dilakukan dapat digeneralisasikan dan dijadikan dasar dalam penelitian selanjutnya di manapun seting budaya dan penelitian tersebut dilaksanakan. Contoh observasi ini yaitu apa yang dilakukan Ekman mengenai verbal emosi dasar pada paras (facial expression of emotion).
Sebaliknya, sebuah perilaku atau nilai yang ada cuma didapatkan pada satu budaya dan benar cuma pada budaya tersebut, dalam studi psikologi lintas budaya tersebut saja. Contohnya ialah ritual suku Indian Amerika untuk mengambil kulit kepala (scalp) dari musuhnya yang telah mati adalah satu perilaku Emic yang khas dan benar cuma pada budaya tersebut saja.
Contoh lain yaitu persoalan kelahiran, akad nikah, ataupun ajal yang setiap budaya mempunyai pandangan dan apalagi penting ritual yang berbeda – beda. Ini yaitu pola Emic bagaimana setiap budaya memiliki kekhasan, sesuatu yang unik yang hanya ada budaya tersebut.
Ketidakpahaman akan desain universitas vs keunikan inilah yang dalam kehidupan sehari – hari acap kali menjadi sumber kesalah pahaman dan konflik. Konflik alasannya kesalahpahaman yang kadang sederhana ini dapat saja terjadi di manapun bahkan tergolong dalam kegiatan professional psikologi mirip dikala melaksanakan proses wawancara seleksi kerja ataupun konseling.
Lalu bagaimana memilih apakah sebuah sikap itu ialah Emic (ditemukan unik cuma pada satu budaya tertentu) ataukah Ethic (didapatkan universal pada semua budaya)? Disinilah integrasi terjadi dimana pemahaman Ethic dan Emic selaku cara pandang digunakan.
Berry (1999) menyusun langkah – langkah kajian lintas budaya yang ditunjukkan untuk menyaksikan apakah faktor yang didapatkan nantinya ialah Emic ataukah Ethic. Langkah – langkahnya dimulai dari: (1) penyusunan instrument atau metode observasi yang berakar dari budaya orisinil peneliti (budaya A) sehingga merupakan Emic untuk budayanya, (2) selanjutnya instrument diasumsikan sebagai Ethic bagi semua budaya dan dibawa keluar untuk meneliti budaya luar (budaya B) yang ajaib dan risikonya hendak diteliti. Melalui instrument ini, dilaksanakan perbandingan budaya. Instrument seperti ini disebut impodes Ethic. (3) Pada dikala bersama-sama, Berry menyarankan pada peneliti yang meneliti sebuah budaya yang gila baginya (lewat pengamatan partisipatif ataupun sistem etnografis yang lain) agar mencari sudut pandang local (Budaya B) sebagai upaya mendapatkan pengetahuan Emic budaya tersebut. (4) sebagai langkah terakhir, mengkombinasikan Emic budaya peneliti itu (budaya A) dengan Emic budaya asing tersebut (budaya B) sehingga mendapatkan hal – hal yang sama di antara keduanya, hal inilah yang disebut derived Ethic.
Sumber: PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA. Edisi Revisi. Tria Dayakisni. Salis Yuniardi (Hal 13 – 14)