Substansi (Isi) Utama Budaya

Substansi (isi) utama kebudayaan merupakan wujud absurd dari segala jenis ilham dan pemikiran manusia yang bermunculan di dalam masyarakat yang memberikan jiwa terhadap penduduk itu sendiri, baik dalam bentuk maupun berupa sistem wawasan, nilai, persepsi hidup, doktrin, pandangan, dan etos kebudayaan.

1. Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial merupakan sebuah akumulasi dari perjalanan hidupnya dalam hal berupaya mengetahui:

a. Alam sekitar;

b. Alam flora di kawasan daerah tinggal;

c. Alam fauna di darah kawasan tinggal;

d. Zat – zat materi mentah, dan benda – benda dalam lingkungan;

e. Tubuh manusia;

f. Sifat – sifat dan tingkah laris sesame manusia; dan

g. Ruang dan waktu.

Untuk memperoleh wawasan tersebut di atas manusia, maka melakukan tiga cara, selaku berikut:

a. Melalui pengalaman dalam kehidupan sosial. Pengetahuan lewat pengalaman eksklusif ini akan membentukkerangka piker individu untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan aturan yang dijadikan pedomannya.

b. Melalui pengalaman yang diperoleh baik pendidikan formal/resmi ( di sekolah) maupun dari pendidikan nonformal (tidak resmi), seperti kursus – kursus, penataran – penataran, dan ceramah.

c. Melalui isyarat – petunjuk yang bersifat simbolis yang sering disebut sebagai komunikasi simbolis.


2. Nilai

Nilai yaitu sesuatu yang baik selalui diharapkan, dicita – citakan dan dianggap penting oleh selurh manusia sebagai anggota penduduk . Oleh sebab itu, sesuatu dibilang memiliki nilai bila berkhasiat dan berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetika), baik (nilai – budbahasa atau etis), dan religious (nilai agama).

C. Kluchohn (1905 – 1906) mengemukakan, bahwa yang menentukan orientasi nilai budaya insan di dunia yaitu lima dasar yang bersifat universal, sebagai berikut:

a. Hakikat hidup insan (MH).

b. Hakikt karya manusia (MK).

c. Hakikat waktu manusia (MW).

d. Hakikat alam manusia (MA).

e. Hakikat kekerabatan antarmanusia (MM).


3. Pandangan Hidup

Pandangan hidup merupakan pemikiran bagi suatu bangsa atau penduduk dalam menjawab atau menanggulangi banyak sekali masalah yang dihadapinya. Di dalamnya terkandung konsep nilai kehidupan yang dicita – citakan oleh sebuah penduduk . Oleh alasannya itu, persepsi hidup ialah nilai – nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dengan diseleksi secara pilih-pilih oleh individu, kalangan, atau bangsa.

4. Kepercayaan

Kepercayaan mengandung arti yang lebih luas daripadda agama dan akidah terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Pada dasarnya, manusia mempunyai naluri untuk menghambakan diri terhadap yang Mahatinggi, adalah dimensi lain di luar diri dan lingkungannya, yang dianggap bisa menertibkan hidup manusia. Dorongan ini sebagia akhir atau refleksi ketidakmampuan manusia dalam menghadapi tantangan – tantangan hidup dan hanya yang Mahatinggi saja yang mampu memperlihatkan kekuatan dalam mencari jalan keluar dari –problem hidup dan kehidupan.

5. Persepsi

Persepsi atau sudut pandang adalah suatu titik tolak pedoman yang tersusuh dari seperangkat kata – kata yang digunakan untuk mengetahui kejadian atau tanda-tanda dalam kehidupan.

Persepsi terdiri atas; 1) Persepsi sensoris, yakni pandangan yang terjadi tanpa memakai salh satu indra manusia; 2) pandangan telepati, yaitu kesanggupan wawasan aktivitas mental individu lain; dan 3) pandangan clairvoyance, adalah kemampuan melihat peristiwa atau insiden di kawasan lain, jauh dari kawasan orang yang bersangkutan.

6. Etos Kebudayaan

Etos atau jiwa kebudayaan (dalam antropolog) bersal dari bahasa Inggris bermakna moral khas. Etos sering tampak pada gaya sikap warga contohnya, kegemaran – kegemaran warga penduduk , serta berbaga benda budaa hasil karya mereka, dilihat dari luar oleh orang gila. Contohnya, kebudayaan Batak dilihat oleh orang Jawa, selaku orang yang kasar, kasar, kurang sopan, tegas, konsekuen, dan mengatakan apa adanya. sebaliknya kebudayaan Jawa dilihat oleh orang Batak, memancarkankeselaran, kesuraman, ketenangan yang berlebihan, lamban, tingkah laku yang sukar ditebak, ide yang berbelit – belit, feodal, serta diskriminasi kepada tingkatan sosial.





Sumber: Setiadi Elly M., Hakam Kama A., & Effendi Ridwan. (2006). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Edisi ke-3. Jakarta: Prenadamedia Group. (Hal 30 -33)
LihatTutupKomentar