Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Metode Imbalan

Bukanlah merupakan suatu pernyataan klise kalau dikatakan bahwa suatu tata cara imbalan harud didasarkan pada serangkaian prinsip ilmiah dan tata cara yang serasional mungkin. Akan tetapi ialah kebenaran pula bahwa mampu tidaknya suatu tata cara diterapkan tergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhinya. Berarti dalam mencari dan memutuskan suatu sistem imbalan, aspek-aspek tersebut tidak bisa mesti diperhitungkan. Berbagai faktor tersebut diidentifikasikan dan dibahas berikut ini.

Pertama: Tingkat upah dan gaji yang berlaku. Dari pembahasan di tampang kiranya sudah dilihat bahwa melalui survai banyak sekali sistem upah dan honor yang diterapkan oleh berbagai organisassi dalam sebuah kawasan kerja tertentu, dikenali tingkat upah dan honor yang kebanyakan berlaku. Akan tetapi tingkat upah dan gaji yang berlaku umum tidak bisa diterapkan begitu saja oleh suatu organisasi tertentu. Kebiasaan tersebut masih harus dikaitkan dengan aspek lain. Salah satu aspek yang mesti dipertimbangkan yakni langkah tidaknya tenaga kerja yang mempunyai pengetahuan dan ketarampilan khusus tertentu dan sangat diharapkan oleh organisasi yang bersangkutan. Dalamhubungan ini perlu ditekankan bahwa situasi kelangkaan tersebut dapat terjadi pada semua jenjang jabatan dan pekerjaan. Misalnya, kalau pada suatu ketika tertentu industri automotif meningkat dengan sangat pesat, tidak tidak mungkin seruan akan tenaga tukang las yang cekatan dan berpengalaman melonjak sedemikian rupa sehingga tenaga teknikal demikian akan menuntut dan memperoleh tingkat upah atau gaji yang lebih tinggi ketimbang situasi jika tenaga mereka tidak terlalu ketimbang situasi jika tenaga mereka tidak terlampau diperlukan. Contoh lain yakni bahwa jikalau pada suatu saat terbuka potensi luas untuk membuka terdorong untuk membuka cabang-cabang gres, terang akan diperlukan calon-calon manajer untuk diperintahkan memimpin cabang-cabang yang baru dibentuk itu. Dalam hal demikian, undangan akan tenaga manajerial mungkin saja melebihi suplai yang terdapat di pasaran kerja. Berarti tingkah imbalan yang mau mereka tuntut pasti akan meningat pula.

Kedua: Tuntutan serikat pekerja. Di penduduk di mana eksistensi serikat pekerja diakui, sangat mungkin terdapat keadaan bahwa serikat pekerja berperan dalam mengajukan tuntutan tingkat upah dan gaji yang lebih tinggi dari tingkat yang berlaku. Tuntutan serikat pekerja itu dapat disebabkan oleh banyak sekali aspek. Misalnya dalam perjuangan serikat pekerja untuk meningkatkan taraf hidup dan kemakmuran para anggotanya. Atau karena situassi yang berdasarkan penilaian serikat pekerja itu memang memungkinkan pergantian dalam struktur upah dan gaji atau aneka macam aspek yang lain. Paranan dan tuntutan sserika pekerja ini pun perlu diperhitungkan alasannya jika tidak, bukanlah yang mustahil bahwa para pekerja akan melancarkan berbagai acara yang pada balasannya akan merugikan manajemen dan serikat pekerja sendiri, seperti dalam hal terjadinya usaha memperlambat proses produksi, tingkat kemangkiran tinggi, dan dalam bentuknya yang paling gawat melancarkan pemogokan. Mogoknya para penerbang di sebuah negara tetangga belum lama berselang merupakan pola realistis. Bagi banyak orang yang terlihat dalam pemogokan tersebut sehinggga pengaruh negatifnya dinikmati oleh banyak sekali golongan penduduk di negara tersebut seperti para pemakai jasa penerbangan, biro perjalanan, kedai makanan, “cleaning service” dan lain sebagainya. Dampak negatif tersebut begitu kuatnya hingga kehidupan perekonomian negara tersebut turut goyah.

Ketiga: Produktivitas. Agar bisa meraih tujuan dan banyak sekali sasarannya, sebuah organisasi membutuhkan tenaga kerja yang produktif. Apabila para pekerja meraa bahwa mereka tidak memperoleh imbalan yang wajar, sungguh mungkin merasa tidak akan bekerja keras. Artinya, tingkat produktivitas mereka akan rendah. Apabila demikian halnya, organisasi tidak akan bisa membayar upah dan gaji yang oleh pekerja dianggap masuk akal. Berarti kedua belah pihak – manajemen dan para pekerja – perlu sama-sama menyadari kaitan yang sangat bersahabat antara tingkat upah dan honor dengan tingkat produktivitas kerja.

Keempat: Kebijaksanaan organisasi perihal upah dan honor. Pada analisis terakhir, akal suatu organisasi tentang upah dan honor bagi para karyawan tersebut. Berarti bukan hanya gaji pokok yang penting, akan tetapi berbagai komponen lain dari budi tersebut, mirip pertolongan jabatan, pinjaman istri, pinjaman anak, perlindungan transportasi, bantuan pengobatan, bonus, pemberian kemahalan dan sebagainya. Bahkan juga budi ihwal peningkatan gaji bersiklus perlu menerima perhatian.

Kelima: Peraturan perundang-ajakan. Pemerintah berkepentingan dalam bidang ketenagakerjaan dan oleh akhirnya banyak sekali sisi kehidupan kekaryaan pun dikontrol dalam banyak sekali peraturan perundang-permintaan. Misalnya tingkat upah minimum, upah lembur, memperkerjakan wanita, memperkerjakan anak di belum dewasa, keselamatan kerja, hak cuti, jumlah jam kerja dalam sepekan,hak berserikat dan lain sebagainya. Tidak ada satu pun organsasi yang bebas dari kewajiban untuk taat kepada semua ketentuan hukum yang bersifat normatif tersebut.

Jelaskan bahwa sebuah metode imbalan yang bagus tidak bisa dilihat cuma dari suatu sudut kepentingan saja, misalnya kepentingan organisasi pemakai tenaga kerja saja atau kepentingan para karyawan saja, akan tetapi kepentingan dari aneka macam pihak yang turut terlibat, baik langsung maupun tidak.



Sumber: Umam K. (2012). Perilaku organisasi. Bandung: CV. Pustaka Setia. (Hal 265-267)



LihatTutupKomentar