Gender, Penganiayaan Dan Terapi Keluarga

– Terapi keluarga pemikiran kausalitas sirkuler, yang mengatakan bahwa sikap problematic di dalam keluarga yakni bab dari suatu pola kompleks yang memainkan peran dari banyak individu. Dengan kata lain, walaupun seseorang mungkin memberikan tanda-tanda tersebut, anggota-anggota keluarga lainnya mungkin memberikan bantuan pada persoalan tersebut secara timbale balik.

Bagaimana teori ini berlaku untuk penganiayaan di dalam keluarga? Secara spesifik, bila salah seorang patner (misalnya, suami) bertindak berangasan terhadap pasangannya (contohnya, istri), apakah gagasan kausalitas sirkuler memprioritaskan bahwa sikap istri dengan cara tertentu memberikan konstribusi pada kekerasan suaminya? Apakah perilkau bernafsu dan penganiayaan itu benar-benar sebuah persoalan sistematis yang dipertimbangkan oleh lebih dari satu anggota keluarga, atau apaah dilema itu hanya milik si penganiaya semata? Jika kita enonseptualisasikan masalahnya secara sistematis, apakah kita korban?

Pertanyaan-pertanyaan kritis semacam itu telah berulang kali dilontarokan oleh para penulis feminis (misalnya, Avis, 1992; Goldner, 1985; Hare-Mustin, 1978; Luepnitz, 1992; McGoldrick, Andreson & Walsh, 1989; Silverstein & Goodrich, 2003). Terapi keluarga mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan ini seara serius untuk aneka macam macam alasan. Salah satunya, data perihal peristiwa kekerasan oleh lak-laku terhadap perempuan di dalam relasi pasangan menunjukkan bahwa insiden semacam itu cukup lazin terjadi: Setiap tahun, seperdelapan suami terlibat aksi fisik terhadap istrinya; paling sedikit 30% pasangan menikah mengalami agresi fisik di titik tertentu selama ijab kabul mereka; dan jikalau kekerasan terjadi di dalam hubungan pasangan, hal itu cenerung berlanjut (Holzwarih-Munroe Meehan, Rehman & Marshall, 2002).

Di samping tetep sensitive terhadap kemungkinan bahwa kekerasan mungkin terjadi, tetapi keluarga seharusnya tetap sensitive kepada pesan-pesan yang mereka komunikasikan kepada para anggota keluarga wacana kekerasan. Mereka yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan di atas tetnang terapi keluarga pada umumnya berpendapat bahwa mengatribusikan tanggung jawab kepada wanita yang dianiaya oleh laki=laki merepresentasikan suatu bentuk korban yang sungguh merugikan dan bahwa si penganiayalah yang paling bertanggung jawab atas perilakunya sendiri. Mereka lebih jauh mengingatkan para terapis keluarga untuk tidak menerapan gagasan kausalitas sirkuler secara tidak sensitif atau secara keliru pada suasana keluarga dengan laki=laki yang menganiaya wanita.

Menurut pendapat Anda, bagaimana ide kausalitas sirkuler berlaku pada keluarga atau relasi yang melibatkan pria yang menganiaya perempuan? Bagaimana terapi keluarga memahani tentang dilema tersebt secara betul-betul sensitif an terapeutik?






Sumber: Pomerantz, A. M. (2014). Psikologi klinis: Ilmu pengetahuan, praktik dan budaya (3rd ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (Hal 491)



LihatTutupKomentar