Guna mencapai tingkat objektivitas yang tinggi, penelitian ilmiah mensyaratkan penggunaan prosedur pengumpulan data yang akurat dan terpecaya. Pada pendekatan observasi kuantitatif, hasil penelitian cuma akan mampu diinterprestasikan dengan tepat jika kesimpulannya didasarkan pada data yang diperoleh lewat suatu proses pengukuran yang selain tinggi validitas dan realiabilitasnya, juga objektif.
Pengukuran mampu didefinisikan selaku proses kuantifikasi sebuah atribut. Pengukuran yang diharapkan akan menciptakan data yang valid harus dijalankan secara sistematik. Berbagai alat ukur telah sukses diciptakan untuk melakukan pengukuran atribut dalam bidang fisik mirip berat tubuh, kecepatan kendaraan, luas bidang datar, suhu udara, dan semacamnya yang sisi validitasnya hampir semua dapat diterima secara universal. Kuantifikasi berat tubuh dengan gampang dijalankan dengan perlindungan alat timbangan tubuh dan kuantifikasi kecepatan laju kendaraan dilakukan dengan bantuan speedometer sehingga angka berat tubuh 65 kg atau angka laju kendaraan 110 km perjam memberikan citra yang mudah dikenali oleh hampir siapa pun. Validitas, reliabilitas, dan objektivitas hasil pengukuran di bidang fisik tidak banyak lagi menjadi sumber kekhawatiran dan tidak banyak lagi dipertanyakan orang.
Apalagi untuk menjaga akurasi hasil pengukuran fisik, bidang psikologi masih berada dalam taraf perkembangan yang mungkin tidak akan pernah mendekati kesempurnaan. Beberapa tes dan skala psikologi yang tolok ukur (standard measures) dan yang telah terstandarkan (standardized measures) kualitasnya belum dapat dibilang maksimal. Berbagai pertumbuhan pesat di bidang teori pengukuran psikologi (psikometri) justru menyelisik segi lemah dari banyak tes dan skala psikologi yang sudah ada dan sudah lama dipakai. Untunglah, di sisi lain kemajuan teori pengukuranpun sudah membuka peluang lebih besar bagi kita untuk mengingkatkan perjuangan meraih kesuksesan yang maksimal dalam penyusunan dan pengembangan alat – alat ukur psikologi yang lebih bermutu.
Dibandingkan pengukuran atribut fisik, pengukuran atribut – atribut psikologi jauh lebih susah dan bahkan mungkin tidak akan pernah dapat dijalankan dengan tingkat validitas, reliabilitas, dan objektivitas yang sungguh tinggi. Hal ini antara lain dikarenakan:
- Atribut psikologi bersifat latent, yang eksistensinya ada secara konseptual. Artinya, objek pengukuran psikologi merupakan konstrak yang tidak mampu teramati secara eksklusif melainkan hanya mampu diungkap secara tidak pribadi lewat banyak indicator keperilakuan yang operasional. Merumuskan indicator keperilakuan secara sempurna bukanlah hal yang mudah untuk dikerjakan.
- Aitem – aitem dalam skala psikologi ditulis menurut indikator keperilakuan yang jumlahnya pasti terbatas. Keterbatasan itu mampu menimbulkan hasil pengukuran psikologi menjadi tidak cukup komprehensif sedangkan bab dari indicator keperilakuan yang terbatas itu pun sangat mungkin pula masih tumpang tindih dengan indicator keperilakuan dari atribut psikologi lainnya.
- Respon yang diberikan subyek terhadap stimulus dalam skala psikologi sedikit banyak dipengaruhi oleh variable – variable yang tida berkaitan seperti suasana hati subyek, gangguan kondisi dan situasi di sekeliling , dan semacamnya.
- Atribut psikologi yang terdapat dalam diri insan stabilitasnya tidak tinggi. Banyak yang mudah beribah sejalan dengan waktu dan situasi.
- Interpretasi terhadap hasil ukur psikologi cuma mampu dilakukan secara normative. Dalam perumpamaan pengukuran, dikatakan bahwa pada pengukuran psikologi terdapat lebih banyak sumber eror.
Berbagai keterbatasan dalam bidang pengukuran psikologi inilah yang menjadi mekanisme konstruksi skala – skala psikologi lebih rumit dan mesti dikerjakan dengan penuh perencanaan dan sistematik sehingga sumber eror yang mungkin ada mampu ditekan sesedikit mungkin. Permasalahan validitas pengukuran telah harus dipertimbangkan dan diusahakan untuk dicapai sejak dari langkah yang paling permulaan sampai pada langkah konstruksi yang terakhir dan sesudahnya.
Sumber: PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGI. Edisi 2. Saifuddin Azwar. (Hal 1 – 2)