Prevalensia Disleksia

kalangan-golongan observasi menciptakan perbedaan yang cukup beraneka ragam perihal berapa persen anak yang menderita disleksia. Penelitian Isle of Wight ole h Yule dan Rutters (1976, dikutip oleh Hynd 1983) memperoleh bahwa 3,5 hingga 6 persen dari anak-anak yang mereka teliti mengalami kesusahan membaca meskipun kecerdasan mereka wajar . Informasi yang lebih mutakhir dari British Parliamentary Office dan Science and Technology menyebutkan 2 hingga 15 persen belum dewasa di Kerajaan Inggris Raya menderita disleksia (Posnote Juli 2004 No. 226 di http;//www.parliament.uk/documents/upload/…). Lembaga Negara ini lalu menyebutkan bahwa perbedaan angka prevalensi tersebut disebabkan oleh adanya upaya oleh peneliti-peneliti untuk membedakan masalah disleksia ringan dan berat. 

Sebagai suplemen, perbedaan angka prevalensi juga mampu jadi disebabkan oleh perbedaan jenis ortografi. Ortografi suatu bahasa adalah oleh perbedaan jenis ortografi. Ortografi suatu bahasa yaitu cara yang diputuskan untuk menuliskan bahasa lisn dengan memakai suatu tata cara menulis tertentu (contohnya dengan alfabet seperti bahasa Indonesia, silabari seperti bahasa jawa di mana satu karakteri mewakili satu suku kata, dan logogram mirip bahasa Cina di mana satu aksara mewakili satu kata atau morfem). Kalau kita bandingkan bahasa-bahasa tulis yang menggunakan alfabet, ada perbedaan tingkat konsistensi dalam hal apakah satu suara bahasa diwakili oleh satu abjad atau satu karakter hanya mewakili satu suara bahasa. Ortografi bahasa Inggris yang rumit lebih menyulitan anak-anak dalam berguru membaca, contohnya ortografi bahasa Inggris daripada ortografi bahasa Spanyol, Italia, atau Jerman (Hynd, 1983). Misalnya, karakter “o” bisa dilafalkan menjadi “I” seperti dalam woman (/wimln/), “әu” mirip dalam most (/mәust/), “ᴐ : “seperti dalam for (fә : r/), dan “□” mirip dalam pom (/p□m/). Dibandingkan dengan bahasa Indonesia, pasti ortografi bahasa Indonesia lebih transparan alasannya pengecualian ejaan dan suara jauh lebih sedikit dibanding dengan bahasa Inggris. Hal ini juga disokong oleh observasi Paulesu dkk. (2001) bahwa penderita disleksia yang membaca bahasa Italia berprestasi lebih baik pada tes membaca dibanding penderita disleksia yang membaca bahasa Inggris dan Perancis alasannya adalah ortograsi bahasa Italia lebih transparan dibanding ortografi bahasa Inggris dan Perancis. Prestasi yang lebih baik ini dihipotesiskan lebih alasannya adalah jenis ortografi sebab penderita disleksia penutur tiga bahasa tersebut semuanya menunjukka acara otak yang menurun dikala membaca dibandingkan dengan peserta penelitian yang wajar . 

Jika kita ambil angka terkecil ayaitu 2 persen dan asumsi bahwa anak-anak berumur di bawah 15 tahun adalah sepertiga dari jumlah penduduk Indonesia. ( " rel="nofollow" target="_blank">Sumber Daya Manusia. Dalam semangat Wajib Belajar, telah sewajarnya kita prihatin dan mulai mengamati kebutuhan anak dengan disleksia.








Sumber: Anjarningsih Harwintha Y. (2011). Jangan kucilkan saya karena aku tidak jago membaca: pentingnya kenali dini disleksia untuk kala depan anak. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press. (Hal 14-16)
LihatTutupKomentar