- Jenis – jenis berguru mampu dikelompokkan menurut tujuan dan hasil yang diperoleh dari acara mencar ilmu berguru, cara atau proses yang ditempuh dalam mencar ilmu, teknik atau metode mencar ilmu, dan sebagainya. Perkembangan atas pengelompokkan jenis mencar ilmu ini muncul dalam dunia pendidikan sejalan dengan kebutuhan kehidupan manusia yang juga bermacam – macam.
Dilihat dari tujuan dan hasil yang diperoleh dari kegiatan berguru, para andal lazimnya mengemukakan delapan jenis belajar berikut (Saodih & Surya, 1971; Syah 1995; Effendi & Praja, 1993).
1. Belajar Abstrak (Abstract Learning)
Belajar absurd intinya ialah belajar dengan menggunakan cara – cara berpikir absurd. Tujuannya ialah mendapatkan pemahaman serta pemecahan yang tidak aktual. Dalam mempelajari hal – hal yang abstrak peranan akal atau rasio sangatlah penting. Begitu pula penguasaan ata prinsip – prinsip dan rancangan – desain. Termasuk dalam jenis ini, misalnya, berguru tauhid, astronomi, kosmografi, kimia, dan amtematika.
2. Belajar Keterampilan (Skill Learning)
Belajar keahlian merupakan proses berguru yang bermaksud memperoleh keahlian tertentu dengan menggunakan gerakan – gerakan motorik. Dalam berguru jenis ini, proses pelatihan yang intensif dan teratur sungguh diharapkan. Termasuk berguru dalam jenis ini, misalkan berguru cabang – cabang olah raga, melukis, memperbaiki benda – benda elektronik. Bentuk mencar ilmu keahlian ini disebut juga latihan atau pelatihan.
3. Belajar Sosial (Social Learning)
Belajar sosial yaitu belajar yang bertujuan mendapatkan keahlian dan pemahaman kepada problem – masalah sosial, penyesuaian terhadap nilai – nilai sosial dan sebagainya. Termasuk belajar jenis ini misalnya berguru mengetahui problem keluarga, persoalan penyelesaian pertentangan antaretnis atau antarkelompok, dan masalah – masalah lain yang bersifat sosial.
4. Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Belajar pemecahan dilema pada dasarnya yakni mencar ilmu untuk memperoleh keterampilan atau kesanggupan memecahkan berbagai duduk perkara secara logis dan rasional. Tujuannya adalah menemukan kesanggupan atau kecakapan kognitif guna memecahkan masalah secara tuntas. Untuk itu, kemampuan individu dalam menguasai berbagai desain, prinsip, serta generalisasi, amat diharapkan.
5. Belajar Rasional (Rational Learning)
Belajar rasional yakni belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir secara logis atau sesuai dengan logika sehat. Tujuannya yakni menemukan beragam kecakapan memakai prinsip – prinsip dan rancangan – konsep. Jenis berguru ini berhubungan bersahabat dengan mencar ilmu pemecahan problem. Dengan mencar ilmu rasional, individu dibutuhkan mempunyai kesanggupan rational duduk perkara solving, yakni kemampuan memecahkan duduk perkara dengan menggunakan pertimbangan dan taktik akan sehat, logis, dan sistematis.
6. Belajar Kebiasaan (Habitual Learning)
Belajar kebiasaan ialah proses pembentukan kebiasaan baru untuk perbaikan kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan, selain memakai perintah, keteladanan, serta pengalaman khusus, juga menggunakan hokum dan ganjaran. Tujuannya semoga individu memperoleh sikap dan kebiasaan perbuatan gres yang lebih sempurna dan lebih kasatmata, dalam arti selaras dengan keperluan ruang dan waktu atau bersifat kontekstual.
7. Belajar Apresiasi (Appreciation Learning)
Belajar apresiasi pada dasarnya yakni berguru memikirkan nilai atau arti penting suatu objek. Tujuannya biar individu menemukan dan mengembangkan kecakapan ranah rasa (effective skills), dalam hal ini kemampuan menghargai secara sempurna, arti penting objek tertentu, contohnya apresiasi sastra, apresiasi music, dan apresiasi seni lukis.
Dalam mengapresiasi mutu karya sastra, misalnya, seorang individu perlu mengetahui “hakikat keindahan” (estetika) di samping mengetahui hal – hal lain, seperti bentuk perumpamaan, isi istilah, bahasa perumpamaan, dan nilai ekspresinya.
Bidang studi agama juga memungkinkan untuk digunakan sebagai alat pengembangan apresiasi individu. Misalnya dalam hal seni baca tulis Al – Alquran.
8. Belajar Pengetahuan (Study)
Belajar pengetahuan dimaksudkan sebagai belajar untuk menemukan sejumlah pemahaman, pengertian, informasi, dan sebagainya. Belajar wawasan juga dapat diartikan selaku sebuah program mencar ilmu terencana untuk menguasai bahan pelajaran dengan melibatkan acara pemeriksaan atau penelitian dan eksperimen. Tujuan berguru pengetahuan ialah agar individu mendapatkan atau memperbesar isu dan pengertian terhadap pengetahuan tertentu, yang lazimnya lebih rumit dan memerlukan tips khusus dalam mempelajarinya, misalnya dengan memakai alat – alat laboratorium dan penelitian lapangan.
Berdasarkan cara atau proses yang ditempuh dalam mencar ilmu, Nasution M. A., seperti dikutip Effendi & Praja (1993), menyebutkan lima jenis berguru berikut:
1. Belajar Berdasarkan Pengamatan (Sensory Type of Learning)
Jenis mencar ilmu ini ialah belajar menurut pengamatan sensoris kepada objek – objek dunia sekitar dengan aneka macam alat indra untuk melihat, mendegar, meraba, mengecap, dan sebagainya. Contoh, berkat observasi, seorang anak mula – mula mengenal ibunya, kemudian anggota keluarga lainnya, alat – alat rumah tangga, dan sebagainya. Demikian pula berguru taraf tinggi, tidak terlepas dari aspek pengamatan, sekalipun sering juga dibantu dengan alat – alat, mirip mikroskop untuk melihat basil, teleskop, dan sebagainya.
2. Belajar Berdasarkan Gerak (Motor Type of Learning)
Ada beberapa prinsip yang harus diamati dalam berguru motoris.
- Mengetahui tujuan dengan terperinci dan percaya kepada faedah tujuan itu baginya.
- Mempunyai balasan yang terang perihal kecakapan yang dipelajari. Tanggapan itu diperoleh melalui demonstrasi, citra – citra, atau penjelasan ekspresi.
- Pelaksanaan yang sempurna pada taraf awal, alasannya kesalahan yang dijalankan pada taraf awal berguru akan mengurangi efisiensi mencar ilmu selanjutnya “It is Necessary to tress accuracy and speed later”.
- Latihan untuk mempertinggi kecepatan.
- Metode keseluruhan atau bagian.
- Dalam belajar motoris kebanyakan tata cara keseluruhan lebih efisiensi daripada metode bab. Misalnya mencar ilmu menulis kata – kata atau kalimat, lebih baik daripada berguru menulis aksara.
- Latihan mirip dalam suasana hidup/dalam suasana sebetulnya.
- Latihan (Belajar motoris) lebih efektif kalau perhatian tidak terlampai dipusatkan pada gerakan itu sendiri. Misalnya belajar mobil, perhatian ditujukan pada keadaan kemudian lintas atau suasana jalan, tidak pada gerakan kaki atau tangan.
- Tidak banyak kritik, terutama pada proses belajar awal.
- Analisis kecakapan. Si pelajar harus mengenali bentuk dan teknik pelaksanaan yang sempurna, mengenai rincian gerakan yang relative cepat.
- Bentuk dan teknik. Untuk tiap kecakapan dibutuhkan bentuk dan teknik tertentu untuk melakukan latihan dengan efisien, dengan tidak menghamburkan tenaga.
3. Belajar Berdasarkan Menghafal (Memory Type of Leaning)
Beberapa isyarat ihwal menghafal adalah berikut ini.
- Apa saja yang dihafalkan terlebih dahulu harus diketahui/dimengerti benar – benar.
- Hal yang dihafal harus terang kaitannya antara satu dilema dan duduk perkara yang lain, sehingga ialah suatu kerangka keseluruhan.
- Menggunakan hal – hal yang dihafal secara fungsional dalam suasana tertentu.
- Menggunakan memo teknik. Misalnya: Repelita.
- Mengulangi hafalan (Aktive recall dan review).
4. Belajar Berdasarkan Pemecahan Masalah (Problem Solving Type of Learning)
Langkah – Langkah dalam persoalan solving, antara lain:
- Memahami masalah atau problema
- Mengumpulkan keterampilan atau data
- Merumuskan hipotesis
- Menilai/mengkaji hipotesis
- Mengadakan eksperimen atau percobaan
- Membentuk kesimpilan
Metode probem solving mampu digunakan untuk memecahkan berbagai persoalan/pelajaran, misalnya sejarah, biologi, ilmu alam, bahasa, ilmu pasti, dan sebagainya.
5. Belajar Berdasarkan Emosi (Emotional Type of Leaning)
Belajar menurut emosi bermaksud menanamkan faktor – aspek kepribadian, misalnya, kesabaran, kecermatan, kebersihan, perilaku yang sehat kepada pekerjaan, minat yang luas, dan sebagainya. Makara, mencar ilmu tidak semata – mata dititikberatkan pada “How to make a living”, namun juga “how to live”.
Sumber: PSIKOLOGI UMUM. Drs. Alex Sobur, M. Si. (Hal 240 – 244)