Prinsip-Prinsip Pengenalan Bagi Anak Tunagrahita

tunagrahita. Prinsip-prinsip tersebut antara lain: 

a. Prinsip Kasih Sayang 

Tunagrahita ialah kekurangan anak untuk mampu berguru dengan baik dan sukar untuk menangkap apa saja yang sudah diajaran. Oleh sebab itu, dalam menjalankan tugas-peran akademis yang bekerjasama dengan intelektual, mereka akan mengelami banyak kesulitan tidak jarang juga alasannya dilema tersebut banyak guru atau bahkan orang-orang terdekatnya menjadi jengkel dan tidak sabar dalam menolong proses belajarnya. Meski seorang guru menilai hal tersebut ialah sesuatu yang paling mudah sekalipun. Anak penyandang tunagrahita akan merasas kesulitan dalam mengingat, mengetahui, dan menyelesaikan dilema tersebut. 

Maka dari itu, untuk mengajarkan bawah umur penyandang tunagrahita dalam mencar ilmu, diharapkan kasih sayang yang mendalam dan ketekunan yang besar dari guru ataupun dari orang-orang sekitarnya. Orangtua ataupun guru sebaiknya berbahasa yang lembut, tabah, supel atau murah senyum, rela berkorban, dan memberikan teladan sikap yang bagus supaya anak tersebut kesengsem menjajal dan berupaya mempelajarinya mesi dengan keterbatasan pemahamannya. 

b. Prinsip Keperagaan 

Kelemahan yang menjadi halangan bagi bawah umur tunagrahita berguru adalah soal kemampuan berpikir absurd. Mereka mengalami kesusahan dalam membayangkan sesuatu. Dengan segala keterbatasannya itu, anak-anak penyandang tunagrahita lebih terpesona perhatiannya pada aktivitas belajar mengajar yang menggunakan benda-benda aktual atau benda-benda yang terlihat positif dan jelas ataupun dengan aneka macam alat peraga yang tepat. 

Hal tersebut berdasarkan guru dalam kegiatan belajar mengajar akan menjadi sesuatu benda yang positif. Oleh sebab itu, dikala proses mencar ilmu-mengajar tersebut perlu untuk dibawa ke dalam lingkungan yang aktual, baik lingkungan fisik, sosial, maupun alam. Bila hal tersebut tidak memungkinkan, guru dapat menjinjing banyak sekali alat peraga. 







Sumber: Smart A. (2010). Anak cacat bukan kiamat: sistem pembelajaran & terapi untuk anak berkebutuhan khusus. Yogyakarta: Katahati (Hal. 96-98)
LihatTutupKomentar