Terapi Sikap Anak Keperluan Khusus

- Berikut format lazim untuk suatu uji coba (pelatihan trial) (Bagan 1). 

  • Terapis memberi suatu stimulus atau rangkasangan berupa arahan ke anak yang mengamati terapis atau tugas di tangannya. 
  • Stimulus ini mungkin disertai oleh prompt untuk mengakibatkan respon yang dimaksud. 
  • Anak berespon benar/sempurna atau salah/tidak sempurna, atau tidak berespon (dianggap salah). 
  • Terapis berespon dengan memberi imbalan atas tanggapananak, yakni memberi kado jika benar dan menyampaikan “tidak” jikalau salah. 
  • Teradapat senggang waktu atau interval singkat sebelum memulai uji coba selanjutnya. 

1. Instruksi 

Instruksi yang diberikan singkat, terang, konsisten, dan cuma diberikan sekali, jangan diulang-ulang. Yang dimaksud singkat yakni isyarat yang berisikan satu kata, misalnya “tiru”, “lihat”, “masukkan”, “samakan”, “buka”, “tunjuk”, dan “biru” dengan prompt. Kaprikornus, cuma ucapkan kata kuncinya saja dari apa yang terapis instruksikan. Berikan dengan bunyi netral, cukup keras, dan tegas, namun tidak bentak-hardik. 


Pada tahap permulaan, jangan gunakan kalimat panjang lebar atau berbunga-bunga, contohnya “Doni sayang, coba lihat ke sini. Ibu mau ajarkan Doni memalsukan gerakan. Pertama-tama Ibu beri pola, kemudian Doni ikuti ya sayan ya” Hal ini tidak akan diketahui oleh anak. 

Gangguan tersebut seperti Anda menyimak siaran radio BBC pada gelombang pendek yang suaranya hilang muncul maka penyandang autisme cuma menangkap sebagian-sebagaian dari kalimat panjang tersebut. Ada kemungkinan kata yang didengarkannya yakni kata yang tidak mempunyai makna, mirip jika Anda menyimak perintah dalam bahasa Rusia (bagi yang tidak mengerti bahasa Rusia). Perlambatan sinyal-sinyal tidak segera sampai ke sentra-sentra di otak mereka. Mungkin ada keterlambatan (delay) sepersekian detik, bahkan satu sampai dua detik sehingga kata-kata yang datang di sentra otak anak autis bertumpuk-tumpuk. Akhirnya, cuma kata terakhir saja dalam kalimat tadi yang tertangkap, contohnya hanya kata “ya”. 

Instruksi mesti terperinci, artinya sesuai dengan apa yang ingin diajarkan dan hanya mengajarkan satu acara. Misalnya, terapis sedang mengajarkan menggandakan gerakan tepuk tangan, maka perintahnya yakni “tiru tetapi serempak dengan memberikan prompt tepuk tangan. Jika terapis ingin mengajarkan anak mengikuti perintah sederhana satu tahap, misalnya kode “tepuk tangan”, tangan terapis sepenuhnya diam dan tidak memberikan prompt. Jika terapis sepenuhnya membisu dan tidak menunjukkan prompt. jika Jika terapis membeikan perintah “tepuk tangan”, tetapi terapis juga ikut bertepuk tangan maka hal tersebut menjadi tidak terperinci, apakah terapis sedang mengajarkan meniru (imitates gross motor movement) atau perintah sederhana satu tahap (follows one-step instruction). Terapis yang tidak terperinci tidak akan mengajarkan apa pun terhadap anak autisme sehingga tidak bermanfaat.


Instruksi yang konsisten yakni kata-kata yang digunakan terapis maupun orang lain di rumah untuk satu intruki tahap permulaan harus persis sama, misalnya “masukkan” jangan ada yang memberi perintah “ masukkin”, masukken”, atau “masupin” sebab anak akan menangkapnya sebagai perintah berbeda.
Umumnya, suatu aktivitas mencar ilmu final sekitar 2-3 jam tergolong istirahat. Tugas instruksional spesifik final 2-5 menit diikuti istirahat pendek 1-2 menit. Biasanya, pada tamat setiap jam instruksional anak diberi 15-20 menit istirahat untuk makan makanan kecil, bermain bebas, dan kegiatan lainnya.
Saat mencar ilmu, anak mungkin akan meloncat-loncat di sekeliling kursinya, menawan rambut terapis, dan menjerit. Tidak ada gunanya menunjukkan aba-aba, jika anak tidak perhatian. Semua sikap ketidak perhatian (attending) dan lepas peran (off-taskI harus dihilangkan sebelum isyarat sasaran diberikan. Dengan kata lain, sebelum mengajaran anak dengan arahan “pegang merah”, yakinkan anak merespon baik kepada instruksi “lihat”, “tangan ke bawah”, “duduk hening”, “jangan menjerit”, dan “tidak”. Instruksi tidak diberikan dikala anak sedang melaksanakan stimulasi diri atau pada perilaku lepas-peran.

2. Respon
Dalam menyikapi instruksi terapis, anak mungkin melakukannya dengan benar, setengah benar, salah atau tidak menanggapi sama sekali, yang juga dinilai salah. Secara biasa , bila anak salah merespon, biarkan sekitar 2-3 detik untuk anak mengawali responnya, berikan umpan balik lisan ringan “tidak”, lalu berikan kode sekali lagi.bila anak tetap salah atau tidak menanggapi, berian umpan-balik ekspresi ringan “tidak”, lalu berikan kode yang ketiga kali dan mesti berbarengan dengan prompt, mirip sentuhan di lengan atua tangan, atau pertolongan penuh pada tangan (hand over hand), setelah itu berikan imbalan. Setelah senggang waktu (intertrial interval), uji coba diulangi lagi dengan hitungan instruksi nomor satu.

Setelah uji coba ini diulang beberapa kali (1,2,3 + prompt + imbalan, 1, 2, 3, + prompt + imbalan), anak mungkin akan memberikan respon yang benar atau setengah benar sehabis aba-aba respon yang benar atau setengah benar setelah arahan pertama atau kedua. Contohnya pada aba-aba “tiru” untuk menirukan gerakan tangan ke atas anak mulai mengangkat tangannya setengah jalan. Respon yang benar segera beri imbalan. Respon yang setengah benar segera lakukan prompt, kemudian beri imbalan.

Setelah menunjukkan imbalan tersebut (pada tanggapanbenar atau setengah benar + Prompt), hitungan kembali ke intruksi pertama, tidak melanjutkan ke hitungan selanjutnya (kedua atau ketiga). Akhirnya, anak akan berespon secepatnya sesudah aba-aba yang pertama dengan instruksi cukup satu kali. Respon yang benar tanpa prompt, pasti perlu menerima imbalan lebih besar dibandingkan dengan respon setengah benar + prompt, dan jauh lebih besar dibanding respon karena prompt

3. Prompt (perlindungan, dorongan, dan instruksi)
Beberapa anak memerlukan pemanis tunjangan untuk melakukan keterampilan atau perilaku yang diinginkan. Sebagai contoh, bila kode “pegang hidung” diberikan dan anak tidak merespon, terapis mampu melakukan prompt secara fisik dengan menggerakkan tangan anak dikala memperlihatkan kode “pegang hidung”.

Makara, prompt yakni setiap pertolongan yang diberikan pada anak untuk menciptakan tanggapanyang benar. Prompt ialah perhiasan, jadi tidak senantiasa dipakai jika memang tidak dibutuhkan, bahkan saat pertama latihan pun.











Sumber: Danuatmaja B. (2003). Terapi anak autis di rumah. Jakarta: Puspa Swara, Anggota Ikapi. (Hal. 36-39)
LihatTutupKomentar