Cara Penyelesaian Sengketa oleh Mahkamah Internasional

Dalam penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah Internasional dikenal istilah ajudikasi (adjudication), yaitu teknik hukum untuk menyelesaikan sengketa internasional dengan menyerahkan putusan kepada lembaga pengadilan. Perbedaan ajudikasi dengan arbitrase adalah ajudikasi mencakup proses kelembagaan yang dilakukan oleh lembaga peradilan tetap, sedangkan arbitrase dilakukan melalui prosedur ad hoc.

Pada dasarnya dalam proses penyelesaian sengketa, Mahkamah Internasional bersifat pasif. Artinya, Mahkamah Internasional hanya akan bereaksi dan mengambil tindakan-tindakan jika ada pihak-pihak yang berperkara mengajukan perkara atau sengketa ke Mahkamah Internasional. Dengan kata lain Mahkamah Internasional tidak dapat mengambil inisiatif terlebih dahulu untuk memulai suatu perkara. 

Mahkamah Internasional bertanggung jawab untuk menyelesaikan setiap kasus yang diajukan kepadanya oleh negara yang menerima jurisdiksi mahkamah dalam kasus khas atau negara yang menerima kewajiban jurisdiksi berdasarkan peraturan tambahan. Mahkamah Internasional juga dapat memberikan pandangan mengenai masalah hukum yang diajukan oleh negara anggota, organ pokok PBB, serta organ-organ khusus PBB.

Untuk mencapai keputusan, Mahkamah Internasional menggunakan sumber hukum perjanjian internasional, kebiasaan internasional, prinsip hukum secara umum, keputusan pengadilan, dan doktrin atau ajaran dari ahli hukum terkemuka. Mahkamah Internasional dengan kesepakatan negara yang bersengketa dapat juga mengajukan keputusan ex aequo et bono(didasarkan pada keadilan dan kebaikan serta bukan didasarkan pada hukum). Keputusan Mahkamah Internasional diperoleh melalui suara mayoritas yang tidak dapat banding.

Berkaitan dengan upaya penyelesaian sengketa oleh Mahkamah Internasional, ada beberapa hal yang perlu Anda pahami. Beberapa hal tersebut seperti berikut.

Istilah Penting yang Berhubungan dengan Upaya Penyelesaian Sengketa Internasional. Ada beberapa istilah penting yang berhubungan dengan upaya penyelesaian sengketa internasional. Istilah-istilah penting tersebut seperti berikut.
  • Advisory opinion, yaitu suatu opini hukum yang dibuat oleh peng-adilan dalam menyelesaikan permasalahan yang diajukan oleh lembaga berwenang.
  • Compromise, yaitu suatu kesepakatan awal di antara pihak ber-sengketa yang menetapkan ketentuan ikhwal persengketaan yang akan diselesaikan.
  • Compulsory jurisdiction adalah kekuasaan peradilan internasional untuk mendengar dan memutuskan kategori tertentu mengenai suatu keputusan tanpa memerlukan kesepakatan terlebih dahulu dari pihak yang terlibat untuk menerima ketentuan hukum dan kasus tersebut.

Ex Aequo et Bono adalah asas untuk menetapkan keputusan oleh pengadilan internasional atas dasar keadilan dan kebaikan.


Prosedur Penyelesaian Sengketa oleh Mahkamah Internasional Adapun prosedur penyelesaian sengketa oleh Mahkamah Internasional sebagai berikut.

1. Pengajuan Perkara atau Sengketa Ke Mahkamah Internasional 
Dalam mengajukan perkara ke Mahkamah Internasional terdapat dua cara sebagai berikut.

Memasukkan atau memberitahukan perkara melalui panitera Mahkamah Internasional. Hal ini bisa dilakukan jika pihak-pihak yang berperkara telah memiliki perjanjian khusus (special agreement).

Perkara dapat diajukan secara sepihak atau permohonan sendiri oleh pihak yang bertikai. Pengajuan perkara ini pada akhirnya harus mendapat persetujuan dari pihak lain. Jika tidak mendapat persetujuan, perkara akan dicoret (dihapus) dari daftar Mahkamah Internasional. Mahkamah Inter-nasional tidak akan memutus perkara yang in absentia.

Surat pengajuan permohonan perkara harus ditandatangani oleh wakil negara atau perwakilan diplomatik yang ber-kedudukan di tempat Mahkamak Internasional berada. Setelah panitera menerima maka salinan pengajuan perkara tersebut disahkan kemudian salinanya dikirim kepada negara tergugat dan hakim-hakim Mahkamah Internasional. Pemberitahuan juga disampaikan kepada anggota PBB melalui Sekretariat Jenderal.

Dalam tahap ini, Mahkamah Internasional mempunyai dua tugas yaitu menerima perkara yang bersifat kewenangan memberi nasihat (advisory opinion) dan menerima perkara yang wewenangnya untuk memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan oleh negara-negara (contentious case).

2. Pemeriksaan Perkara

Sebelum sidang pemeriksaan perkara dimulai, negara-negara yang bersengketa menunjuk seorang hakim untuk mewakili negara masing-masing dalam proses persidangan. Sidang pe-meriksaan dilakukan melalui sidang acara tertulis dan acara lisan.

Dalam acara tertulis, dilakukan jawab-menjawab secara tertulis antara pihak tergugat dan penggugat. Setelah acara tertulis ditutup, dimulai lagi acara lisan atau hearing. Acara ini biasanya dipimpin langsung oleh Presiden Mahkamah Internasional atau wakil presiden dengan menanyakan saksi-saksi maupun saksi ahli atau juga wakil-wakil para pihak seperti penasihat hukum dan pengacara. Acara pemeriksaan perkara ini dapat bersifat terbuka atau tertutup tergantung dari keinginan para pihak.

3. Pengambilan Keputusan

Tahap pengambilan keputusan, diawali dengan pembentukan Komisi Rancangan (drafting committee). Setelah Komisi Rancangan terbentuk, komisi segera menyusun secara berurutan tiap naskah pendapat para hakim yang kemudian dibaca oleh seluruh hakim dan menjadi bahan diskusi ataupun amendemen dalam rapat pleno para hakim. Dari diskusi, akhirnya muncul sebuah pendapat yang mendapat dukungan mayoritas hakim di persidangan. Pendapat akhir Mahkamah Internasional yang sebenarnya merupakan putusan dibacakan dalam persidangan terbuka di depan para penasihat hukum kedua pihak yang bersengketa.


Itulah  prosedur  penyelesaian  sengketa  oleh  Mahkamah Internasional. Keputusan Mahkamah Internasional bersifat final dan tidak ada banding kecuali untuk hal-hal yang bersifat penafsiran dari keputusan itu sendiri. Pihak-pihak yang bersengketa harus menerima dan melaksanakan keputusan Mahkamah Internasional. Bagaimana jika ada negara yang menolak keputusan Mahkamah Internasional?

Jika terjadi hal demikian, negara yang bersangkutan akan mendapat sanksi yang cukup berat, seperti embargo dan pembekuan aset-aset milik negara. Mengapa demikian? Hal ini karena negara tersebut telah dianggap melakukan suatu tindakan yang mengancam keamanan dan kedamaian dunia.

LihatTutupKomentar