Gender Dan Pekerjaan

Apabila orang membahas pekeraan yang dilaksanakan perempuan, maka yang dibayangkan mungkin hanyalah jenis pekerjaan yang diumpai di ranah publik: pekerjaan di tempat kerja formal seperti pabrik dan kantor, perkerjaan dalam perekonomian formal. Orang sering melewatkan bahwa di rumahnya pun wanita sering melaksanakan aneka macam aktivitas yang menghasilkan dana. Ada yang menawarkan berbagai enis jasa; ada yang melakukan per-dagangan eceran; pun ada yang memproduksi atau memproses hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan maupun produk lain untuk dipasarkan.


Di samping itu, sering dilupakan pula bahwa pekerjaan rumah tangga yang dijalankan perempuan di ranah domestic, ialah penyediaan barang dan jasa bagi sesama anggota keluarga termasuk suami, merupakan suatu pekeraan produktif. Jenis pekerjaan ini menguras banyak waktu dan tenaga dan menguntungkan suami, keluarga serta penduduk , namun tidak diberi imbalan materi dan umumnya dianggap sebagai pekerjaan yang rendah.


Bagaimana kedudukan wanita di ranah publik? Berbagai penelitian terhadap angka partisipasi wanita dalam angkatan kerja umumnya mengidentifikasikan berabgai bentuk kesenjangan kuantitatif maupun kualitatif dalam pembagian kerja antara pria dan wanita. Kesenjangan apa sajakah yang diputuskan di lapangan? Moore dan Sinclair (1995) mengidentifikasikan dua macam segregasi jenis kelamin dalam angkatan kerja: segregasi vertical dan segregasi horizontal. Segregasi vertical mengacu pada terkonsentrasinya pekera wanita pada jenjang rendah dalam organisasi, mirip contohnya jabatan pramuniaga, pramusaji, tenaga kebersihan, pramugari, sekretaris, dampak anak, guru taman kanak-kanak, perawat, kasir dan sebagainya. Segregasi horizontal, dipihak lain, mengacu pada kenyataan bahwa pekerjaan yang dikerjakan pekerja pria. Adanya segregasi vertical memperlihatkan kesan bahwa dalam tangga jabatan seperti ada suatu “langit-langit kaca” (glass ceiling) yang membatasi mobilitas kaum perempuan ke pasar kerja ada jenis pekerjaan tertentu yang relative tertutup bagi kaum wanita, mirip contohnya di bidang ilmu pengetahuan alam dan teknologi.


Salah satu problem yang dihadapi kaum perempuan di berbagai penduduk ialah adanya diskriminasi terhadap wanita (sex discrimination) di bidang pekerjaan. Kasus ekstrem adalah aturan yang melarang wanita untuk bekerja di ranah politik. Pun ada masyarakat yang menerapkan aneka macam macam diskriminasi di bidang pekerjaan seperti dalam hal rekrutmen, pembinaan, magang, atau pemutusan hubugan simpanse.


Suatu bentuk diskriminasi yang sering dialami pekerja perempuan ialah diskriminasi terhadap orang hasil (pregnancy discrimination). Diskriminasi kepada orang hamil tersebut mampu berbentuk penolakan untuk memperkerjakannya, pemutusan kekerabatan kerja, kewajiban cuti, dan hukuman lain.


Semakin meningkatnya tingkah pendidikan penduduk di selurh dunia sudah menyebabkan berkurangnya kesenjangan antara kedudukan laki-laki dan wanita di bidang pekerjaan. Namun bilaman jumlah wanita dalam penduduk dijadikan patokan untuk menertibkan kesenjangan, maka kesenjangan yang dijumpai dalam angkatan kerja masih sangat lebar.










Sumber: Sunarto K. (2004) Pengantar sosiologi. (Rev. ed.). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. (Hal 114-115)
LihatTutupKomentar