- Sebagai agen sosialisasi gender, sekolah menerapkan pembelajaran gender melalui media khususnya, yakni kurikulum formal. Dalam mata pelajaran prakarya, misalnya, ada sekolah memisahkan siswa dengan siswi semoga masing-masing dapat diberi pelajaran berlainan. Siswa, misalnya, dapat diminta mempelajari hal-hal yang bersangkutan dengan ekonomi rumah tangga sedangkah siswa diminta mempelajari keahlian di bidang teknik pertukaran. Dalam mata pelajarn olahraga siswa mungkin diminta mempelajari jenis olahraga yang berlawanan dengan siswi.
Pembelajaran gender di sekolah dapat pula berjalan lewat buku teks yang digunakan. Ada, contohnya, buku teks ilmu wawasan alam yang condong mengabaikan kontribusi ilmuwan wanita terhadap kemajuan ilmu pengetahuan serta kesenian. Pun ada buku pelajaran olahrga dan kesehatan yang dalam mengajarkan berbagi olahraga mengabaikan olahragawan dengan cuma menonjolkan gambar olahragawan.
Bentuk pembelajaran lain berlangsung melalui apa yang oleh Moore dan Sinclair (1995) dinamakan kurikulum terselubung (hidden curriculum): para guru sering memperlakukan siswi secara berbeda dengan siswa. Perilaku dan sikap yang ditolerir bisa dijalankan siswa, contohnya, ada yang tidak mampu ditolerir jika dikerjakan oleh siswi.
Pemisahan yang mengarah ke segregasi berdasarkan jenis kelamin sering terjadi manakala siswa mulai dijuruskan ke bidang-bidang ilmu tertentu. Siswi sering dikelompokkan ke bidang ilmu sosial dan humaniora, sedangkan siswa cenderung dikelompokkan ke bidang ilmu pengetahuan alam. Segregasi yang berawal di jenjang pendidikan menengah ini condong berlanjut ke jenjang pendidikan tinggi.
Sumber: Sunarto K. (2004) Pengantar sosiologi. (Rev. ed.). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. (Hal 112-113)