Pemahaman Budaya Kerja

Berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau masyarakat Indonesia, kebudayaan dimasak sedemikian rupa, sehingga menjadi nilai-nilai baruyang menjadi siskap dan perilaku administrasi dalam menghadapi tantangan baru. Budaya kerja itu tidak muncul begitu saja, namun harus diupayakan dengan betul-betul melalui suatu proses yang terkendali dengan melibatkan semua SDM dalam seperangkat tata cara, alat, dan teknik pendukung. 

Budaya kerja ialah kawah candradimuka untuk mengubah para kerja lama menjadi cara kerja baru yang berorientasi pada upaya memuaskan konsumen atau masyarakat. Kualitas atau kualitas sebuah produk (jasa atau barang), cara kerja, dan SDM harus mampu diukur dan menjadi komitmen bareng . Pengukuran mutu, antara lain dari faktor persyaratan, bentuk, warna, estetika, ketahanan, penampilan atau kinerja, waktu, jaminan, pelayanan, dan lain-lain. Adapun dasar mutu yang bersumber pada tingkat kualitas SDM yang bermutu tinggi mampu dipastikan akan mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan menciptakan produ yang bermutu tinggi karena semua orang terlibat dalam proses kerja dan mereka sudah mengetahui apa yang sebaiknya dijalankan dengan bahasa yang sama. 

Budaya kerja yaitu sebuah falsafah yang didasari oleh pandangan hidup ebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan sebuah kelompok masyarakat atau organisasi, lalu tercermin dansikap menjadi perilaku, iman, cita-cita, usulan, dan langkah-langkah yang terwujud sebagai “kerja” atau “bekerja”. Budaya kerja organisasi yakni administrasi yang meliputi pengembangan, perencanaan, buatan, dan pelayanan suatu produk yang berkualitas dalam arti optimal, ekonomi, dan memuakan. 

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan selaku berikut. 

1. Budaya kerja yaitu salah satu komponen kualitas manusia yang sungguh melekat dengan identitas bangsa dan menjadi tolak ukur dasar dalam pembangunan. 

2. Budaya kerja ikut memilih integritas bangsa dan menjadi penyumbang utama dalam menjamin kesinambungan kehidupan bangsa. 

3. Budaya kerja sangat dekat kaitannya dengan nilai-nilai yang dimilikinya, terutama falsafah bangsa yang mampu mendorong prestasi kerja setinggi-tingginya. 

4. Program budaya kerja akan menjadi realita melalui proses panjang sebab pergantian nilai-nilai usang menjadi nilai-nilai baru menyantap waktu untuk menjai kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melaksanakan penyempurna dan perbaikan. 

5. Wahana budaya kerja ialah produktivitas, yang berupa sikap kerja yang tercermin, antara lain: kerja monyet, giat, disiplin, produktif, tanggung jawab, motivasi, faedah, inovatif, dinamik, konsekuen, konsisten, responsif, berdikari, kian lebih baik, dan lain-lain. 

Menurut Budhi Paramita dalam tulisannya berjudul “Masalah Keserasian Budaya dan Manajemen di Indonesia”, budaya kerja dapat dibagi menjadi: 

1. Sikap terhadap pekerjaan, adalah kesukaan terhadap kerja daripada acara lain, seperti bersantai, atau semata-mata menemukan kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaka melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya; 

2. Perilaku pada waktu melakukan pekerjaan , mirip bersungguh-sungguh, berddedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesama karyawan, atau sebaliknya. 

Selanjutnya, Profesor Emil P. Bolongaita, J.R dari Asia Institute of Management menyatakan bahwa pada abad global ini, seharusnya pemerintah mampu mengakomodasikan pengalaman manajemen pemerintah dengan pengalaman pengelolaan bisnis, dan memperlaukan penduduk sebagai pelanggan (customer). Kombinasi upaya pengelolaan seperti tersebut mendorong ilham yang disebut total quality governance (TQG) dengan beberapa prinsip berikut: 

1. Mempertemukan permintaan masyarakat dengan kesanggupan pemerintah; 

2. Mekanisme kerja yang berorientasi pada pasar; 

3. Mengaktualisasi misi lebih penting daripada menertibkan; 

4. konsentrasi kerja pada hasil/keluaran (barang/jasa) ukan masukan; 

5. upaya kualitas lebih banyak menangkal ketimbang memperbaiki/mengobati; 

6. Mengutamakan kerja partisipatif/gotong-royong; 

7. melakukan kolaborasi, kerjasama, dan kemitraan. 





Sumber: Suhendi H. & Anggara S. (2012). Perilaku organisasi. Bandung: CV. Pustaka Setia. (Hal. 150-152). 

LihatTutupKomentar