Pengertian Malpraktik

Malpraktik (malapraktik) atau malpraktik terdiri ari suku kata mal dan praktik atau praktek. Mal berasal dari kata, Yunani yang berarti jelek. Praktik (Kamus Umum Bahasa Indonesia ,Purwadarminta, 1976) atau praktik (Kamus Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, 1991) mempunyai arti mengerjakan perbuatan yang tersebut dalam teori atau menjalankan pekerjaan (profesi). Jadi, malpraktik berarti mengerjakan pekerjaan yang jelek kualitasnya, tidak lege artis, tidak sempurna. Malpraktik tidak hanya dalam bidang kedokteran, tetapi juga dalam profesi lain mirip perbankan, pengacara, akuntan publik, wartawan.

Black’s Latto Dictionary mendefinisikan malpraktik sebagai “malpractice is a professional misconduct or unreasonable lack of skill or failure one redering professional service to execise that degree of skill and learning commonly applied under all circumstances in the community by the average prudent reputable member of the profession with the result of injury, loss, or damage to the recipient of those services or to those entitled to rely upon them

Menurut WHO (1992),”Medical malpractice involves the physician’s failure to conform to the persyaratan of care for treatment of the patients condition, or lack of skill, or negligence on providing care the patient, which is the direct cause of an injury to the patient”.

"Longman Dictionary of Contemporary English (New Edition, 1987) mendefinisikannya. “failure to carry out one’s professional duty property or honesty, often resulting in injury, loss, or to someone.”

Dengan demikian, malpraktik medic mampu diartikan selaku kelalaian atau kegagalan seorang dokter untuk memanfaatkan tingkat keahlian dan ilmu pengetahuan yang biasa dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang cedera berdasarkan ukuran dilingkungan yang sama.

Apapun definisi malpraktik medic pada intinya mengandung salah satu komponen berikut.

  1. Dokter kurang menguasai ilmu pengetahuan kedokteran dan keterampilan yang telah berlaku lazim dikalangan profesi kedokteran.
  2. Dokter memberikan pelayanan medic di bawah standar (tidak lege artis).
  3. Dokter melakukan kelalaian berat atau kurang hati – hati, yang dapat meliputi:
    • Tidak melaksanakan sesuatu tindakan yang seharusnya dijalankan, atau
    • Melakukan sesuatu langkah-langkah yang sebaiknya tidak dilaksanakan.
  4. Melakukan tindakan medic yang berlawanan dengan hokum.

Dalam praktiknya aneka macam hal yang dapat diajukan selaku malpraktik, seperti salah diagnosis atau terlambat diagnostis sebab kurang lengkapnya pemeriksaan, dukungan terapi yang sudah ketinggalan zaman, kesalahan teknis waktu melaksanakan pembedahan, salah dosis obat, salah tata cara tes atau pengobatan, perawatan yang tidak sempurna, kelalaian dalam pemantauan pasien, kegagalan komunikasi, dan kegagalan peralatan.

Malpraktik medic yakni kelalaian seorang dokter untuk memanfaatkan tingkat keahlian dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. Yang dimaksud dengan kelalaian di sini yakni perilaku kurang hati – hati, adalah tidak melakukan apa yang seseorang dengan perilaku hati – hati melakukannya dengan masuk akal, atau sebaliknya melakuan apa yang seseorang dengan sikap hati – hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut. Kelalaian diartikan pula dengan melaksanakan tindakan kedokteran di bawah kriteria pelayanan medic.

Walaupun UU No. 6 Tahun 1963 perihal Tenaga Kesehatan telah dicabut oleh UU No. 23 tahun 1992 perihal Kesehtan, berdasarkan perumusan malpraktik/kelalaian medic yang tercantum pada Paal 11b masih mampu dipergunaan, yaitu:

Dengan tidak meminimalkan ketentuan di dalam KUHP dan peraturan perundang – usul lain, kepada tenaga kesehatan mampu dilakukan langkah-langkah tindakan administrative dalam hal sebagai berikut.

  1. Melalaikan kewajiban.
  2. Melakukan sebuah hal yang eharusnya dihentikan diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengenang sumpah jabatannya, maupun mengingat sumbah sebagai tenaga kesehatan.

Dari 2 butir tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada butir (a) melupakan keharusan, yang artinya tidak melakukan sesuatu yang sebaiknya dilaksanakan sedangkan pada butir (b) memiliki arti melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya tidak dikerjakan.

Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hokum atau kejahatan kalau kelalaian itu tidak sampai menenteng kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Ini berdasarkan prinsip hokum “De minimis noncurat lex,” yang mempunyai arti hokum tidak mencampuri hal – hal yang dianggap sepele. Akan tetapi, bila kelalian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, diklasifikasikan selaku kelalaian sebagai kelalaian berat (cupla lata), serius dan criminal.

Tolak ukur cupla lata adlah:

1. Bertentangan dengan hokum.

2. Akibatnya mampu dibayangkan.

3. Akibatnya mampu dihindarkan.

4. Perbuatannya dapat dipersalahkan.

Kaprikornus malpraktik medic ialah kelalaian yang berat dan pelayanan kedokteran dibawah persyaratan.

Malpraktik medic murni (criminal malpractive) sebetulnya tidak banyak dijumpai. Misalnya melaksanakan pembedahan dengan niat membunuh pasiennya atau adanya dokter yang senagaja melakukan pembedahan pada pasiennya tanpa indikasi medic, (appendektomi, histerektomi dan sebagainya), yang bekerjsama tidak perlu dilakukan, jadi semata – mata untuk mengeruk keuntungan eksklusif. Memang dalam penduduk yang menjadi materialistis, hedonistis, dan konsumtif, golongan dokter turut terimbas, malpraktik seperti di atas mampu meluas.

Pasien/keluarga meletakkan doktrin terhadap dokter, karena:

  1. Dokter memiliki ilmu wawasan dan keterampilan untuk menyembuhkan penyakit atau setidak – tidaknya mengendorkan penderitaan.
  2. Dokter akan bertindak dengan hati – hati dan teliti.
  3. Dokter akan bertindak berdasarkan kriteria profesinya.

Jika dokter hanya melaksanakan tindakan yang berlawanan dengan budbahasa kedokteran ia cuma telah melaksanakan malpraktik etik. Untuk mampu menuntut penggantian kerugian (perdata) alasannya kelalaian, penggugat mesti dapat menerangkan adanya 4 komponen berikut.

  1. Adanya sebuah kewajiban bagi dokter terhadap pasien.
  2. Dokter telah melanggar tolok ukur pelayanan medok yang lazim dipergunakan.
  3. Penggugat sudah menderita kerugian yang mampu dimintakan gant ruginya.
  4. Secara konkret kerugian itu disebabkan oleh langkah-langkah di bawah persyaratan.

Kadang – kadang penggugat tidak perlu mengambarkan adanya kelalaian yang tergugat. Dalam hokum terdapat suatu kaedah yang berbunyi “Res Ipsa Loquitur”, yang berarti faktanya telah mengatakan, contohnya terdapatnya kain kasa yang tertinggal di rongga perut oasien sehingga menyebabkan komplikasi pascabedah. Dalam hal ini, dokterlah yang mesti menerangkan tidak adanya kelalaian pada dirinya.

Kelalaian dalam arti perdata berbeda dengan arti pidana. Dalam arti pidana (kriminal), kelalaian menunjukkan terhadap adanya suatu sikap yang bersikat yang bersifatnya lebih serius, adalah perilaku yang sangt asal-asalan atau perilaku sungguh tidak hati – hati terhadap kemungkinan timbulnya risiko yang mampu menyebabkan orang lain terluka atau mati sehingga mesti bertanggung jawab terhadap permintaan criminal oleh Negara.





Sumber: ETIKA KEDOKTERAN & HUKUM KESEHATAN Edisi 4. Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, Sp.OG(K). Prof. dr. Amri Amir, Sp.F.(K), SH. (Hal 96- 99)
LihatTutupKomentar