Perkembangan Rekam Medis (Rm) Di Indonesia

Walaupun pelayanan RM di Indonesia telah ada semenjak zaman penjajahan, tetapi perhatian untuk pembenahan yang lebih baik mampu dibilang mulai semenjak di terbitkannya Surat Keputusan Menkes RI No. 031/Birhup/19972 yang menyatakan bahwa semua rumah sakit diharuskan menjalankan medical recording dan reporting dan hospital statistic. Keputusan tersebut kemudian dilanjutkan dengan adanya Keputusan Menkes RI No. 034/Birhup/1972 wacana Perencanaan dan pemeliharaan Rumah Sakit.

Pada Bab I pasal 3 dinyatakan guna menunjang terselenggaranya planning induk (master plan) yang bagus, setiap rumah sakit diwajibkan:

  1. Mempunyai dan merawat statistik yang canggih.
  2. Membina RM yang menurut ketentuan – ketentan yang telah dittapkan.

Selanjutnya, Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 134/Menkes/SK/IV/78 wacana susunan organisasi dan tata kerja rumah sakit menyebutkan subbagian pencatatan medik memiliki peran mengendalikan pelaksnaan acara pencatatan medik.

Dari keputusan – keputusan Menteri Kesehatan di atas, tampakadanya perjuangan serius untuk mulai membereskan persoalan RM dalam perjuangan memperbaiki recording reporting, hospital statistic dan lain – lain yang kini kita kenal selaku info kesehatan.

Untuk mendukung kenaikan mutu dan tugas RM dalam pelayanan kesehatan, IDI juga mempublikasikan. Fatwa IDI ihwal RM, dalam SK No. 315/PB/A.4/88, yang menekankan bahwa praktik profesi – profesi kedokteran mesti melakukan RM. Fatwa ini tidak saja untuk dokter yang melakukan pekerjaan di rumah sakit, namun juga untuk dokter praktik langsung (lihat lampiran 12)

Serangkaian peraturan yang diterbitkan pemerintah tentang RM, dipertegas secara rinci. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 749 a/Menkes/Per/XII/1989 ihwal RM (Medical/Record) sehingga RM mempunyai landasan aturan yang berpengaruh. (lihat Lampiran 14).

Guna melengkapi ketentuan dalam pasal 22 Permenkes tentang RM yang menyebutkan “hal – hal teknis yang belum dikontrol dan isyarat pelaksanaan peraturan ini akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal sesuai bidang tugas masing – masing”. Direktoral Pelaksanaan Pelayanan Medis pada tahun 1991 telah pula mempublikasikan Petunjuk Pelaksanaan Medik pada tahun 1991 sudah pula mempublikasikan Petunjuk Pelaksanaan Penyelanggaraan RM/Medical Record di Rumah Sakit (SK DIrektur Jenderal Pelayanan Medis No. 78 tahun 1991).

Dalam undang – undang Kesehatan, walaupun tidak ada bab yang mengendalikan ihwal RM secara khusus, secara mimplisit Undang – Undang ini terperinci membutuhkan adanya RMa yang bermutu sebagai bukti pelaksanaan pelayanan, kedokteran/kesehatan yang bermutu.

Kewajiban dokter untuk menciptakan RM dalam pelayanan kesehatan dipertegas dalam UUPK seperti terdapat pada pasal 46: (1) setiap dokter atau dokter gigi dalam mengerjakan praktik kedokteran wajib menciptakan RM harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberian pelayanan atau langkah-langkah. Selanjutnya dalam pasal 79 diingatkan wacana hukuman aturan yang cukup berat, ialah denda paling banyak Rp 50.000.000,- jikalau dokter terbukti sengaja tidak membuat RM.




Sumber: ETIKA KEDOKTERAN & HUKUM KESEHATAN Edisi 4. Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, Sp.OG(K). Prof. dr. Amri Amir, Sp.F.(K), SH.
LihatTutupKomentar