Perspektif Etik Versus Emik

Dana (1993) mendeskripsikan dua perpektif yang berbeda yang telah dipakai para psikolog selama sejarah profesi ini. Pertama, yang dikenal selaku perspektif etik, menekankan persamaan di antara siapa saja. Perspektif ini mengasumsikan universalitas diantara siapa pun dan secara biasa tidak menganggap penting perbedaan-perbedaan diantara aneka macam kalangan budaya. Perspektif ini lebih secara umum dikuasai di permulaan sejarah psikologi, dikala kebanyakan orang yang mengajarkan dan mempraktikkan psikologi yakni pria, keturunan Eropa, dan kelas menengah dengan status sosial-ekonomi lebih tinggi. Secara umum, sudut pandang mereka dianggap selaku sudut pandang normative tentang info-informasi mirip mendefinisikan kesehatan psikologis, mengidentifikasi dan memberi label gangguan psikologis, dan mengembangkan pendekatan terapi.

Perspektif emik berbeda dengan perspektif etik dalam arti bahwa beliau mangakui dan menekankan norma-norma spesifik-budaya. Seorang psikolog yang menerapkan perspektif emik – yang kian mencolokseiring bangkitnya multikulturalisme – menimbang-nimbang sikap, pikiran dan perasaan seorang klien di dalam konteks budaya klien sendiri dan bukan menerapan norma budaya lain pada klien tersebut. Dibandingkan perspektif etik, perspektif emik memungkinkan potensi yang lebih besar kepada psikolog untuk mengapresiasi dan mengerti bagaimana klien dilihat oleh para anggota kelompok budayanya sendiri. Pendek kata, pendekatan emk menekankan bahwa individu-individu dari beragam kalangan budaya “haruss dimengerti menurut ukuran (budayanya) sendiri” (Dana, 1993, hlm. 21).

Sebagai catatan samping, Dana (1993) menyebutkan bahwa istilah etik dan emik diambil dari bidang linguistic dan, terutama, dari istilah forensic dan fonetik. Secara histori, para jago bahasa sudah memakai perumpamaan fonetik dan suara yang serupa untuk semua bahasa dan perumpamaan fonemik untuk bunyi yang spesifik untuk bahasa tertentu (Dana, 1993; Pike, 1967). Perbedaan antara kedua ungkapan tersebut – universitas versus spesifisitas budaya – yakni mirip perumpamaan etik dan emik yang dikala ini dipakai dalam bidang psiologi.





Sumber: Pomerantz, A. M. (2014). Psikologi klinis: Ilmu pengetahuan, praktik dan budaya (3rd ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (Hal. 107)
LihatTutupKomentar