PENDAHULUAN
materi toksik dengan organisme tergolong unsur organisme tersebut serta racun/imbas toksik terhadap proses biokimiawi dalam tubuh. Toksikodinamik dapat ditinjau pada beberapa tingkatan mirip tingkat molekular, tingkat senyawa kepada senyawa dan tingkat senyawa dengan bahan racun/materi toksik yang beraksi dengan identitas biologi yang spesifik.
Di negara maju tingkat penelitian pada kala kini ini sebagian besar adalah pada tingkat molekuler. Tingkat molekuler tersebut sungguh penting di dalam menjabaran mekanisme proses keracunan yang disebabkan oleh bahan racun/bahan toksik. Tingkatan selanjutnya adalah tingkat subseluler kemudian diteruskan dengan tingkat seluler. Agar meraih tingkat implementasi yang dapat dimengerti secara visual oleh insan/penduduk , maka penelitian tersebut dilanjutkan pada tingkat populasi.
Perjalanan interaksi antara materi racun/bahan toksik dengan organ targetnya mampu melalui beberapa tingkat, ialah reaksi bahan racun dengan target kritis yang sering disebut selaku interaksi kunci.
INTERAKSI KUNCI (KEY INTERACTION)
Bahan kimia beracun/materi toksik akan bereaksi dengan suatu sasaran kritis (critical sasaran) yang dapat berbentukdeoxyribo nucleic acid (DNA) maupun suatu enzim. Reaksi antara materi racun/materi toksik yang dengan sasaran kritis (critical sasaran) lazim disebut selaku interaksi kunci (key interaction). Perkembangan selanjutnya akan menjadi modifikasi dari sasaran kritis (modified critical sasaran) sebagai kunci dari kerusakan sasaran (key lesion). Proses akan berlangsung secara progresif dan materi toksik akan terus menyerang yang jadinya akan menjadikan tanggapanbiologi dari organisme. Hal tersebut merupakan pemicu bagi suatu imbas biologi.
Ditemukanya alfatoksin sebagai jamur yang terdapat pada tumbuhan kacang-kacangan, ternyata bahan toksik tersebut sasaran kritisnya (critical target) ialah DNA. Sedangkan target spesifiknya adalah basa guanin yang merupakan salah satu anggota dari DNA tersebut. Deocy nucle acid (DNA) terdiri atas basa adenin, guanin, citosin, dan urasil. Interaksi antara materi toksik dengan basa uanin tersebut akan mengakibatkan peningkatan imbas bahan toksik sehingga bermetamorfosis bahan karsionogenik yang memicu terbentukknya kanker/proses keganasan.
Sedangkan gas karbonmonoksida (CD) tidak memerlukan kenaikan (progresi) untuk aksinya sehingga memiliki sifat kebalikan dari materi toksik/alfatoksin. Gas CO memiliki daya ikat terhadap hemoglobin yang lebih besar dibandingkan dengan oksigen, ialah sekitar 210 kali afinitasnya lebih besar dengan hemoglobin.
Sumber: Mukono H. J. (2005). Toksikologi lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press. (Hal 62-63)