Behaviorisme di Amerika Serikat. Mereka tidak puas dengan landasan filsafat vitalisme dan materialism. Vitalisme menempatkan insan selaku dari materi/dan atau alam (nature), yang bergerak (bertingkah) khususnya alasannya adalah adanya rangsangan (stimulus) dari luar dirinya. Ini berarti bahwa, menuntu kedua padaham tersebut, manusai bukan saja tidak bersifat unik, atua sama dengan organisme – organisme lain atau bahan pada umumnya, tetapi juga tidak memiliki nilai spiritual.
Pada analis eksistensial menentang perkiraan – perkiraan vitalisme dan materialism, yang terdapat di dalam psikoanalisis dan behaviorisme. Mereka menganggap bahwa kedua fatwa tersebut mengabaikan bukan cuma keunikan manusai, tetapi juga nilai kemanusiaan dari manusai. Aspek – aspek yang khas insan yang membedakannya dari hewan, mirip kehendak bebas, pemaknaan atau dunia, kesadaran, subjektivitas, dan lain – lain dilupakan atau dikesampingkan oelh kedua ajaran tersebut. Atas dasar temuan – temuan fenomenologis dari eksistensialisme, mereka lebih menekankan manusai selaku ada dalam dunia, sebagai kesadaran yang mempunyai keunikan dan keleluasaan.
Sumber: ANALISIS EKSISTENSIAL. Sebuah Pendekatan Alternatif untuk Psikologi dan Psikiatri. Dr. Zainal Abidin, M.Si. (Hal 32 – 33)