DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorders) menurut Asosiasi Psikiatri Amerika Serika (American Psychiatric Association). Menurut definisi ini, seorang anak pantas dicurigai menderita disleksia jikalau prestasi membacanya, sebagaimana dibuktikan pada sebuah tes membaca yang telah terstandardisasi yang mengukut keakuratan membaca dan pemahaman atas bahan bacaan, secara substansial jauh di bawah yang seharusnya dilihat dari membaca yang sudah terstandardisasi, masing untuk usia 6 sampai 9 tahun atau kelas 1 sampai 3 SD (tes Bat-Elem) dan untuk usia 10 tahun atau kelas 4 SD (Tes ANALEC). Pembedaan ini dikerjakan sebab paling tidak ada perkembangan yang secara fundamental membedakan usia 6 sampai 9 tahun dan usia 10 tahun sehingga untuk betul-betul menilai prestasi membaca seorang anak harus dipakai tes yang tepat.
Lebih jauh perihal hasil tes membaca, nilai-nilai yang menjadi norma sungguh penting fungsinya untuk memilih di group mana kita bisa mengelompokkan prestasi membaca seorang anak dan menentukan apakah ia menderita disleksia atau tidak. Kembali kepada observasi Sprenger-Chorelles dkk. (2000), untuk mengatakan seorang anak menderita disleksia atau tidak, mereka menggunakan batas nilai satu Deviasi Standard dibawah nilai akurasi rata-rata perserta kendali yang suda disamakan dalam umur kronologis dengan anak yang berkesulitan membaca. Batas ini cukup sering digunakan dalam observasi. Devisi Standard adalah nilai yang memberikan seberapa besar jarak antara satu set nilai dengan nilai rata-rata set itu. Misalnya Devisi Standard nilai membaca sekelompok anaka pada suatu observasi adalah 2. Dibandingkan dengan Deviasi Standard sekelompok anak lainnya yang bernilai 10, nilai-nilai belum dewasa pada kalangan pertama lebih mengelompok di sekeliling nilai rata-rata dibandingkan nilai-nilai di golongan kedua. Devisi Standard dijumlah dengan rumus di bawah ini:
Di sisi lain, peneliti kadang kala memutuskan untuk memakai batas nilai yang lebih ketat dari satu Deviasi Standard di bawah nilai rata-rata. Sebagai contoh dalam observasi Bree (2007), kemampuan membaca orang tua dijadikan landasan untuk menentukan apakah seorang anak mempunyai resiko terkena disleksia (at-risk for dyslexia). Nilai orang renta harus berada di bawah percentile kesepuluh pada tes Een-Minut-Test atau tes De Klepel atau berada di bawah percentile keduapuluh lima pada kedua tes tersebut. Kemudian, satu tes lain ialah kompetensi ekspresi juga digunakan. Een-Minuut-Test ialah tes dengan waktu satu menit di mana sebanyak mungkin mesti dibaca dengan baik, sedangkan pada tes De Klepel sebayak mungkin kata-kata rekaan (non-words) mesti dibaca dalam waktu dua menit. Berhubungan dengan kompetensi, Bree (2007) mensyaratkan adanya perbedaan 60% antara kompetensi mulut dan tampilan pada tes Een-Minuut-Test dan De Klepel. Jika dibandignkan dengan batas menggunakan satu Deviasi Standar di bawah angkat rata-rata, penggunaan percentile kesepuluh menghasilkan angka yang lebih kecil atau performa membaca yang lebih jelek. Percentile kesepuluh memiliki arti sebuah angka yang dibawahnya terletak 105 angka atau nilai yang lebih rendah. Sebagai bandingan, percentile kelimat puluh adalah angka tengah atau median yang dibawahnya terletak 50% angka atau nilai yang lebih rendah. Untuk lebih jelasnya, satu Deviasi Standard sejajar dengan percentile keenam belas, atau 16% angka yang lebih rendah. Disisi lain, orang bau tanah juga mampu digolongkan sebagai penderita disleksia jika memiliki nilai dibawah percentile keduapuluh lima pada kedua tes membaca tersebut. Walaupun angkanya menjadi lebih besar, penggunaan dua tes untuk mendukung diagnosis tetap ialah sesuatu yang cukup ketat.
Terlepas dari nilai batas yang risikonya dipakai, penggunaan satu Devisi Standard di bawah nilai rata-rata ialah hal pertama yang dapat kita pilih. Selama tidak ada alasan untuk menciptakan nilai batas yang lebih ketat biasanya tidak problem. Namun demikian, semua nilai batas yang diambil haruslah datang dari tes yang sudah distandardisasi dan terbukti valid dan tangguh
Bagian berikutnya dari definisi disleksia dari DSM-IV yakni bahwa kesusahan memaca ini terjadi meskipun anak memiliki usia yang cukup untuk belajar, kecedasan yang wajar , dan peluang untuk bersekolah dengan baik. Di sini kita harus membedakan disleksia dengan duduk perkara belajar. Penggunaan bahasa atau membaca dicoba diminimalkan supaya nilai yang ditemukan anak tidak terpengaruh oleh kesulitan membacanya dan biar nilai terseb betul-betul merefleksikan kecerdasannya.
Sumber: Anjarningsih Harwintha Y. (2011). Jangan kucilkan saya alasannya adalah saya tidak jago membaca: pentingnya identifikasi dini disleksia untuk periode depan anak. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press. (Hal 8-14)