Laporan “United Nations Congress on the Prevention of Crome and the Treatment of Offenders” yang bertamu di Londong pada 1960 menyatakan adanya peningkatan jumlah Juvenile delinquency (kejahatan anak remaja) dalam kaualitas kejahatan, dan kenaikan dalam kegarangan serta kebengisannya yang lebih dilakukan dalam agresi – aksi golongan daripada tindak kejahatan perorangan (Minddendorff, 1960)
Fakta kemudian memberikan bahwa semua tipe kejahatan dewasa itu kian bertambah jumlahnya dengan kian lajunya kemajuan industrialisasi dan urbanisasi. Di kota – kota industry dan kota – kota besar yang cepat berkembang secara fisik, terjadi kasus kejahatan yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan dalam penduduk “Primitif” atau desa – desa. Dan di Negara – Negara kelas ekonomi sejahtera, derajat kejahatan ini berkorelasi erat dengan proses industrialisasi. Karena itu Amerika seabgai Negara paling maju secara hemat di antara bangsa – bangsa di dunia, mempunyai jumlah kejahatan anak dewasa paling banyak, jadi ada derajat kriminalitas anak remaja paling tinggi.
Selanjutnya, gangguan era akil balig cukup akal dan anak – anak, yang disebut sebagai childhood disorders dan mengakibatkan penderitaan emosional minor serta gangguan kejiwaan lain pada pelakunya, di lalu hari bisa berkembang jadi bentuk kejahatan akil balig cukup akal (juvenile delinquency). Kejahatan yang dilaksanakan oleh anak – anak muda dewasa pada intinya merupakan produk dari kondisi masyarakatnya dengan segala pergolakan sosial yang ada di dalamnya. Kejahatan anak sampaumur ini disebut sebagai salah – satu penyakit penduduk atau penyakit sosial.
Penyakit sosial atau penyakit penduduk adalah segala bentuk tingkah – laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma – norma biasa , budbahasa – istiadat. Hokum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam acuan tingkah laris biasa .
Ilmu ihwal penyakit sosial atau penyakit penduduk disebut selaku patologi sosial, yang membahas gejala – gejala sosial yang sakit atau menyimpang dari teladan sikap biasa yang disebabkan oleh factor – factor sosial. Penyakit sosial ini disebut pula sebagai penyakit penduduk , persoalan sosiapatik, gejala disorganisasi sosial, gejala disintegrasi sosial, dan gejala deviasi (penyimpangan) tingkah laris.
Disebut selaku penyakit masyarakat sebab tanda-tanda sosialnya yang terjadi ditengah masyarakat itu meletus menjadi “penyakit”. Dapat disebut pula sebagai struktur sosial yang terusik fungsinya, disebabkan oleh factor – factor sosial. Disebut sebagia dilema sosiopatik alasannya peristiwanya merupakan tanda-tanda yang sakit secara sosial, yaitu terusik fungsinya disebabkan oleh stimuli sosial. Penyakit sosial disebut pula selaku disorganisasi sosial, karena gejalanya berkembang menjadi ekses sosial yang mengusik keutuhan dan kelancaran berfungsinya organisasi sosial. Selanjutnya dinamakan pula selaku disintegrasi sosial, alasannya adalah bab satu sturktur sosial tersebut berkembang tidak sebanding dengan bab – bagian lain (misalnya person anggota suku, klen, dan lain – lain), sehingga prosesnya mampu mengusik, menghalangi, atau bahkan merugikan bagian – bagian lain, alasannya adalah tidak mampu diintegrasikan menjadi satu totalitas yang utuh.
Semua tingkah laku yang sakit secara sosial tadi ialah penyimpangan sosial yang sukat diorganisir, sulit dikelola dan ditertibkan alasannya adalah para pelakunya menggunakan cara pemecahan sendiri yang nonkoncensional, tidak biasa , luar biasa atau gila sifatnya. Biasanya mereka mengikuti kemauan dan cara sendiri demi kepentingan pribadi. Karena itu deviasi tingkah laku tersebut dapat mengganggu dan merugikan subyek pelaku sendiri dan atau penduduk luaas. Deviasi tingkah laku ini juga merupakan tanda-tanda yang menyimpang dan tendensi sentral, atua penyimpangan dari ciri ciri lazim rakyat kebanyakan.
Tingkah laris menyimpang secara sosial tadi juga disebut sebagia diferensiasi sosial, alasannya adalah terdapat diferensiasi atau perbedaan yang terperinci dalam tingkah lakunya, yang berlainan dengan ciri – ciri karakteristik biasa , dan bertentangan dengan hokum, atau melanggar peraturan formal.
Sumber: Patolosi Sosial 2. KENAKANALAN REMAJA. Dr. Kartini Kartono.