Di abgian depan telah dijelaskan bahwa sikap delinkuen ialah perilaku jahat, dursila, durjana, criminal, sosiopatik, melanggar norma sosial dan aturan dan ada konotasi “pengabaian” Delinkuen merupakan produk konstitusi mental serta emosi yang sungguh labil dan defekti, selaku akhir dari proses pengondisian lingkungan buruk kepada langsung anak, yang dilaksanakan oleh anak muda tanggung usia, puber, dan adolesens.
Wujud sikap delnkuen ini yaitu:
- Kebut – kebutan di jalanan yang mengganggu keselamatan kemudian – lintas, dan membahayakan jiwa sendiri serta orang lain.
- Perilaku ugal – ugalan, brandalan, urakan yang mengacaukan ketentraman milieu sekitar. Tingkah ini bersumber pada kelebihan energy dan dorongan primitive yang tidak terkendali serta kesukaan menteror lingkungan.
- Perkelahian antargang, antarkelopok, antarsekolah, antarsuku (tawuran), sehingga kadang – kadang menjinjing korban jiwa.
- Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan, atau bersembunyi di kawasan – tempat terpencil sambil melaksanakan eksperimen bermacam – macam kedurjanaan dan tindak a – sopan santun.
- Kriminalitas anak, remaja dan adolesens antara lain berupa perbuatan mengancam, intimidasi, memeras, maling, mencuri, mencopet, merampas, menjambret, menyerang, merampok, menggarong, melaksanakan pembunuhan dengan jalan menyembelih korbannya, mencekik, meracun, tindak kekerasan, dan pelanggaran lainnya.
- Berpesta – pora, sambil mabuk – mabukan, melakukan relasi seks bebas, atau orgi (mabuk – mabukan ekonomis dan menimbulkan keadaan yang berantakan – balau) yang menganggu lingkungan.
- Perkosaan, agresivitas seksual dan pembunuhan dengan motif seksual, atau di dorong oleh reaksi – reaksi kompensatoris dari perasaan inferior, menuntut legalisasi diri, frustasi habit, rasa kesunyian, emosi balas dendam, kekecewaaan ditolak cintanya oleh seorang perempuan dan lain – lain.
- Kecanduan dan ketagihan materi narkotika (obat bius, drugs) yang dekat bergan dengan tindak kejahatan.
- Tindak – tindak immoral seksual secara terperinci – terangan, tanpa tending aling – aling, tanpa rasa malu dengan cara yang kasar. Ada seks dan cinta bebas tanpa kontrol (promiscuity) yang didorong oleh hiperseksualitas, Geltungsrieb (dorongan menuntut hak) dan usaha – perjuangan kompensasi lain yang criminal sifatnya.
- Homoseksualitas, erotisme anal dan oral, dan gangguan seksual lain pada anak akil balig cukup akal dibarengi langkah-langkah sadism.
- Perjudian dan bentuk – bentuk permainan lain dengan taruhan, sehingga menjadikan ekses kriminalitas.
- Komersialisasi seks, pengangguran janin oleh gadis – gadis delinkuen dan pembunuhan bayi oleh ibu – ibu yang tidak kawin.
- Tindakan radikal dan ekstrim, dengan cara kekerasan, penculikan, dan pembunuhan yang dikerjakan oleh anak – anak remaja.
- 14. Perbuatan a – sosial dan anti – sosial lain disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada anak – anak dan sampaumur psikopatik, psikotik, neurotic, dan menderita gangguan – gangguan jiwa yang lain.
- Tindakan kejahatan oleh penyakit tidur (encephalitis lethargical), dan ledakan meningitis serta post – encephalitics, juga luka di terhadap dengan kerusakan pada otak ada kalanya membuahkan kerusakan mental, sehingga orang yang bersangkutan tidak bisa melaksanakan konstrol diri.
- Penyimpangan tingkah laris disebabkan oleh kerusakan pada karakteristik anak yang menuntut kompensasi, disebabkan adanya organ – organ yang inferior (Adler, 1952).
Dalam keadaan statis, gejala juvenile delinquency atau kejahatan akil balig cukup akal ialah gejala sosial yang sebagian mampu diperhatikan serta diukur kuantitas dan kaulitas kedurjanaannya, namun sebagian lagi tidak mampu diperhatikan dan tetap tersembunyi, cuma mampu dinikmati ekses – eksesnya. Sedang dalam keadaan dinamis, tanda-tanda kenakalan remaja tersebut merupakan tanda-tanda yang terus – menerus berkembang, berjalan secara progresif sejajar dengan pertumbuhan teknologi, industrialisasi dan urbanisasi.
Banyak tindakan kejahatan anak – anak dan remaja tidak dapat diketahui, dan tidak dieksekusi disebabkan antara lain oleh : (a) kejahatannya dianggap sepele, kecil – kecilan saja sampai tidak butuhdilaporkan kepada berwajib; (b) orang segan dan malas berurusan dengan polisi dan pengadilan;(c) orang merasa takut akan adanya balas dendam.
Pada saat masyarakat dunia menjadi makin maju dan berkembangkesejahteraan materiilnya, kejahatan anak – anak dan dewasa juga ikut meningkat. Maka ironisnya, dikala Negara – Negara dan bangsa – bangsa menjadi lebih kaya dan makmur, lalu potensi untuk maju bagi setiap individu menjadi semakin banyak, kejahatan akil balig cukup akal justru makin meningkat dengan pesat, dan ada pertambahan yang berbagai dari perkara – perkara anak – anak yang immoral. Misalnya di Inggris kejahatan sampaumur dari 1938 samapi 1962 bertambah dengan 200%, kejahatan seks bertambah dengan 300%, kekerasan dan kejahatan bertambah dengan 220% (Mays, 1963)
Contoh lain ialaha di Amerika Serikat. Pada 1950 kejahatan oleh anak – anak berkembang6 kali lipat dibandingkan dengan pertambahan kejahatan orang akil balig cukup akal. Anak – anak yang dieksekusi untuk tindak pembunuhan sejumlah 8%, untuk pemerkosa 51%, dan untuk pencurian mobil 62%. Seperlima dari jumlah anak laki – laki berusia 10 – 17 tahun telah pernah diajukan di muka pengadilan atau ditangkap oleh polisi (Bloch &Geis, 1962).
Selanjutnya, berdasarkan observasi para sarjana dari beberapa Negara, selama 30 dekade terakhir ini jumlah kejahatan anak – anak muda remaja melampaui jumlah kejahatan orang dewasa, terutama di Negara – Negara yang teknologinya sangat maju antara lain. Amerika, Jepang, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, Spanyol, dan Swedia. Maka dapat dinyatakan bahwa ada koralsi antara kebudayaan kemakmuran, struktur sosial, dan pengalaman individu yang patologis dalam sebuah penduduk . Jelasnya, ketiga factor tersebut berkombinasi, lalu memprodusir tipe – tipe psikologis anak – anak sampaumur dan abolesens yang cenderung menjadi delinkuen.
Sumber: Patolosi Sosial 2. KENAKANALAN REMAJA. Dr. Kartini Kartono.