Terapis mempunyai tanggung jawab utamanya terhadap klien. akan tetapi, karena klien tidak hidup dalam ruang hampa dan dipengaruhi oleh kekerabatan – relasi yang yang lain, terapis mempunyai tanggung jawab juga kepada keluarga klien, terhadap biro daerah terapis melakukan pekerjaan , kepara biro yang dirujuk, kepada masyarakat, dan terhadap profesinya.
Karena minat – minat klien untuk menerima kawasan utama dalam korelasi konseling atau terapi, maka kebutuhan – kebutuhan dan kemakmuran klienlah yang diutamakan, bukan keperluan – keperluan terapis. Prinsip lazim mengenai pementingan kesejahteraan klien sepertinya telah terang. Akan terapi, dilema ini bisa dengan mudah menjadi samar jika kita mengenang bahwa terapis juga memiliki tanggung jawab – tanggung jawab atau kontradiksi antara perepsi klien atas kesejahteraaan dirinya dan persepsi terapis.
APA (1967, hlm. 67) menyatakan, “Psikologi berusaha mengakhiri sebuah hubungan klinis atau konsultasi apabila sudah terang baginya bahwa lkien tidak menemukan manfaa dari kekerabatan itu”. Akan namun, apa yang dikerjakan oleh terapis apabila beliau percaya bahwa klien tidak memperoleh apa – apa sementara klien sendiri menolak menyelesaikan relasi? Ikutilah pembahasan selanjutnya.
Klien selalu muncul pada pertemuan terapi mingguannya, terapi dia secara tipikal melaporkan bahwa ia tidak memiliki sesuatu yang bisa didiskusikan. Dia tidak terlihat bersedia untuk berbuat banyak bagi dirinya sendiri, baik di dalam maupun di luar pertemuan terapi. Terapis telah berkali – kali mengonfrontasikan klien terhadap ketidaksediaannya untuk melibatkan diri lebih banyak ke dalam terapi dan telah menyampaikan kepada klien bahwa konferensi – pertemuan terapi tampaknya tidak menenteng hasil. Klien setuju dengan apa yang disampaikan oleh terapis, namun ia tetap mengunjungi terapis. Akhirnya, terapis menjadi lebih keras dan memutuskan bahwa paling baik yaitu menyelesaikan kekerabatan terapeutik. John, sang klien, mengajukan keberatan dan menyampaikan bahwa dia tak mau menuntaskan konferensi – pertemuan terapi. Apa yang mesti dilaksanakan oleh terapis? Berapa lama terapis harus meneruskan hubungannya dengan John bila ia baiklah melanjutkan kekerabatan terapeutik? Apa yang mesti dikerjakan oleh terapis kalau John menyatakan bahwa yang dibutuhkannya bergotong-royong bukan seorang terapis, melainkan seorang sahabat untuk dikunjungi?
Dalam suasana yang sama, apa yang harus dilaksanakan oleh seorang terapis jika beliau memutuskan bahwa klien mesti dialihkan baik sebab si terapis tidak sanggung lagi menanganinya ataupun sebab si terapis yakin bahwa tipe atau lamanya Treatment yang tersedia terlalu terbatas? Misalnya, Susi sudah memperoleh konselor sekolahnya, Pak Smith, seminggu sekali untuk rentang waktu dua bulan dan beliau merasa bahwa pertemuan – pertemuan konseling amat membantunya. Konselor juga memperhatikan bahwa Susi memberikan kemajuan, tetapi beliau juga sadar bahwa waktunya sungguh terbatas, alasannya adalah ia harus menanggulangi 450 orang klien. sekolah mempunyai kebijakan bahwa konseling jangka panjang tidak bisa diadakan, namun kalau diperlukan, pengalihan bisa dijalankan dengan dilema – duduk perkara emosional Suci cukup dalam dan layak dikerjakan lewat psikoterapi yang intensif. Karena realita – kenyataan tersebut, Pak Smith menyarankan terhadap Susi untuk beralih terhadap terapis lain sambil mengemukakan alasan – alasannya. Misalkan, Sisi merespons dengan salah satu dari dua respons berikut: Pertama, Suci setuju untuk beralih dan mencari seorang terapis langsung. Dalam perkara ini, kapan tanggung jawab Pak Smith kepada Susi rampung? Pedomannya yakni bahwa tanggung jawab seorang konselor atau terapis atas kesejahteraan klien akan tetap ada sampai klien mulai menemui terapis lain. Bahkan sesudahnya, bentuk konsultasi tertentu dengan terapis lain itu boleh jadi diharapkan. Kedua, Susi menolak untuk beralih kepada terapis lain dan mengemukakan bahwa ia tidak ingin menemui seorang pun selain konselor di sekolahnya, Pak Smith. Haruslah Pak Smith menuntaskan hubungan konselingnya dengan Susi? Haruskah Pak Smith melanjutkan korelasi tetapi tetap mendorong Susi untuk beralih kepada terapis lain? Bagaimana kalau Pak Smith merasa “dipusingkan” oleh Susi? Pedoman APA (1967, hlm. 67) menyatakan, “Psikolog perlu mempertimbangkan secara cermat kerugian yang mungkin menimpa klien, dirinya sendiri, dan profesinya yang mungkin timbul dari dilanjutkannya kekerabatan dikala klien menolak pengalihan”. Sebagaimana yang bisa dilihat, sering terdapat sebuah garis positif yang timbul di antara bekerja atas nama kepentingan – kepentingan klien dan menghadapi realita – realita serta kekurangan – kekurangan kesanggupan konselor dalam menolong klien.
Satu problem etis utama yang lain yang berhubungan dengan kemakmuran klien ialah penggunaan obat – obatan di rumah sakit jiwa, di forum – forum rehabilitasi dan di sekolah – sekolah. Sebagai aliran biasa , penggunaan obat – obatan yang diterima yaitu untuk maksud – maksud terapeutik bagi kepentingan – kepentingan klien, bukan untuk menciptakan klien menjadi lebih mampu diatur oleh terapis atau staf. Apabila obat – obatan dipakai kerja sama dengan dokter mesti dikerjakan guna menemukan jaminan keselamatan bagi klien. sayangnya, obat – obatan kebanyakan digunakan untuk menenangkan atau menekan tingkah laris yang problematic dalam diri klien untuk kepentingan orang lain alih – alih untuk mempengaruhi sebuah perubahan pad aklien. Konselor mesti sadar atas kesalahan dalam menggunakan obat – obatan dan perlu mengambil sikap kepada problem ini.
Sumber: Teori dan Praktek KONSELING & PSIKOTERAPI. Gerald Corey (Hal 363 – 366)