Konsep Stratifikasi

In all socialities—from societies that are meagerly developed and have barely attained the dawning of civilization, down to the most advanced and powerful societies—two classes of people appear—a class that rules and a class that is ruled (Mosca, 1939)

Dalam pembahasan kita terdahulu mengenai interaksi dan tatanan sosial kita telah berkenalan dengan rancangan status: status utama (master status), status yang diraih (achieved status), status yang diperoleh (ascribed status). Dalam bab ini kita akan memusatkan perhatian pada sebuah ciri yang menandai tiap penduduk , adalah pada adanya ketidaksamaan (inequality) di antara status individu dan kalangan yang terdapat di dalamnya.

Dalam kebudayaan masyarakat kita menjumpai pernyataan yang menyatakan persamaan insan. Di bidang aturan, misalnya, kita tentang asumsi bahwa di hadapan aturan semua orang adalah sama; pernyataan serupa kita temui pula di bidang agama. Dalam adat Minangkabau kita mengenal istilah “tagok sama tinggi, duduk samo rendah” yang memiliki arti bahwa setiap orang dianggap sama.

Namun, dalam realita sehari-hari, kita mengalami adanya ketidaksamaan. Dalam kutipan dari buku Mosca tersebut di atas, contohnya, kita menyaksikan bahwa dalam semua masyarakat ditemui ketidaksamaan di bidang kekuasaan: sebagai anggota penduduk memiliki kekuasaan, sedangkan sisanya dikuasai. Kita pun mengenali bahwa anggota penduduk dibeda-bedakan berdasarkan tolok ukur lain; contohnya berdasarkan kekayaan dan penghasilan, atau berdasarkan prestise dalam penduduk . Pembedaan anggota penduduk berdasarkan status yang dimilikinya dalam sosiologi dinamakan stratifikasi sosial (social stratification).

Kita telah menyaksikan uraian Raiph Linton bahwa sejak lahir orang memperoleh sejumlah status tanpa memandang perbedaan antarindividu atau kemampuan. Berdasarkan status yang diperoleh dengan sendirinya ini, anggota penduduk dibeda-bedakan menurut usia, jenis kelamin, korelasi relasi, dan keanggotaan dalam golongan tertentu mirip kasta dan kelas (lihat Linton 1968:358-363). Berdasarkan status yang diperoleh ini, kita menjumpai adanya berbagai macam stratifikasi.

Suatu bentuk dari stratifikasi menurut perolehan ialah stratifikasi usia (age stratification). Dalam metode ini anggota penduduk yang berusia lebih muda memiliki hak dan kewajiban berlawanan dengan anggota masyarakat yang lebih tua. Dalam hukum budpekerti masyarakat tertentu, contohnya, anak sulung memperoleh prioritas dalma pewarisan harta atau kekuasaan. Elizabeth, putrid sulung Raja Inggris George mewarisi Tahta Kerajaan Inggris tatkala ayahnya meninggal dunia pada tahun 1952, setelah Kaisar Jepang Hirohito meninggal dunia tahta kekaisaran Jepang diwarisi putra sulungnya, putra Akihito, di kala Ratu Juliana dari Negerti Belanda turun tahta beliau digantikan putrid sulungnya Beatrix sedangkan Juliana sendiri pernah mewarisi tahta dari ibunya Ratu Wilhelmina.

Asas senioritas yang dijumpai dalam stratifikasi menurut usia ini dijumpai pula dalam bidang pekerjaan. Dalam berabgai organisasi, modern, contohnya, kita sering melihat adanya relasi erat antara usia karyawan dengan pangkat mereka dalam organisasi, atau persamaan usia antara karyawan yang memangku jabatan sama. Ini terjadi alasannya adalah dalam organisasi tersebut pada asasnya karyawan cuma dapat mendapatkan kenaikan pangkat sehabis berselang sebuah rentang waktu tertentu—contohnya dua tahun, atau empat tahun; alasannya adalah jabatan dalam organisasi hanya dapat dipangku oleh karyawan yang telah meraih suatu pangkat sekurang-kurangnyatertentu; dank arena cuma hal terdapat suatu lowongan jabatan gres, karyawan yang diperhitungkan untuk mengisinya yakni mereka yang dianggap paling senior. Sistem yang dianut di kalangan pegawai negeri kita, misalnya merupakan perpaduan antara merit system (tata cara penghargaan terhadap prestasi) dan sistem senioritas. Oleh alasannya itu tidaklah terlalu mengherankan bilamana kita menjumpai bahwa jabatan yang dipangku dosen di dalam struktur organisasi perguruan tinggi tinggi negerti (seperti jabatan ketua jurusan, pembantu dekan, dekan dan sebagainya) serta jabatan fungsional mereka (mirip asistem mahir, lector, guru besar) memberikan korelasi bersahabat dengan usia para pemangku jabatan, meskipun usia memang bukan satu-satunya ukuran yang dipakai untuk mengusulkan seorang pemangku jabatan.

Masih pentingnya asas senioritas dijumpai pula dalam metode kenaikan pangkat dosen. Dosen tetap pada perguruan tinggi tinggi negerti yang tidak sukses naik pangkat ke kalangan IV sebelum mencapai usia tertentu, misalnya, akan dipensiunkan dan tidka dapt dipertimbangkan untuk jabatan guru besar, apa pun gelar akademik yang dimilikinya dan apa pun prestasi dan sumbangannya dalam bidang keahliannya.

Stratifikasi jenis kelamin (sex stratification) pun didasarkan pada aspek perolehan; sejak lahir laki-laki dan perempuan menemukan hak dan kewajiban yang berlainan, dan perbedaan tersebut sering mengarah ke suatu herarki. Dalam banyak penduduk , status pria lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Laki-laki sering mendapatkan pendidikan formal lebih tinggi ketimbang perempuan. Partisipasi perempuan dalam dunia kerja realtif lebih terbatas, dan ketimbang laki-laki para pekerja wanita pun relative lebih banyak terdapat di strata yang rendah, degnan status di bidang administrative, dan sering mendapatkan upah atau gaji lebih rendah daripada laki-laki, (Masalah jenis kelamin dan gender dibahas secara rinci dalam Bab 8).

Ada pula stratifikasi yang didasarkan atas relasi hubungan. Perbedaan hak dan keewajiban antara anak, ayah, ibu, paman, kakek dan sebagainya sering mengarah ke sebuah herarki.

Pun ada pula sistem stratifikasi yang didasarkan atas keanggotaan dalam kalangan tertentu, sepreti stratifikasi keagamaan (religious stratification), stratifikasi etnik (ethic stratification) atau stratifikasi ras (ractial stratification). Perbedaan hak dankewajiban warna masyarakat berdasarkan warna kulit tau kebudayaan kita temui antara lain di Israel, di mana orang Palestina dan Arab tidak mempunyai hak yang serupa dengan orang Yahudi. Di jepang ditemui perbedaan antara hak dan kewajiban orang Jepang asli dan orang keturunan Korea. Takkala di Afrika Selatan masih berlaku tata cara. Apartheid, ditemui perbedaan hak dan kwajiban antara orang KUlit Hitam dan orang Kulit Putih, sebuah perbedaan yang di era kemudian pernah dilaksanakan pula di Amerika Serikat dan beberapa Negara Amerika Selatan.

Disamping dibeda-bedakan berdasarkan status yang diperoleh, anggota penduduk dibedakan-bedakan pula menurut status yang diraihnya, sehingga menghasilkan berabgai jenis stratifikasi. Salah satu di antaranya yaitu stratifikasi pendidikan (education stratification): hak dan kewajiban warga penduduk sering dibeda-bedakan atas dasar tingkah pendidikan formal yang berhasil mereka raih.

Sistem stratifikasi lain yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari ialah stratifikasi pekerjaan (accupational stratification). Di bidang pekerjaan terbaru kita mengenal banyak sekali pembagian terstruktur mengenai yang mencerminkan stratifikasi pekerjaan, seperti contohnya perbedaan antara manajer serta tenaga administrator dan tenaga administrative, antara tangan kanan dosen, lector, dan guru besar, antara tamtama, bintara, dan perwira pertama, perwira menengarh, perwira tinggi.

Stratifikasi sekonomi (economic stratification), yakni perbedaan warga masyarakat berdasarkan penguasaan dan pemilikan materi, pun ialah sebuah kenyataan sehari-hari. Dlam kaitan ini kita mengenal, antara lain, perbedaan warga penduduk menurut penghasilan dan kekayaan mereka menjadi kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Dalam masyarakat kita terdapat sejumlah besar warga yang tidak bisa menyanggupi keperluan minimum manusia untuk hidup patut alasannya adalah penghasilan dan miliknya sangat terbata, tetapi ada pula warga yang seluruh kekayaan pribadinya bernilai di atas Rp 1 miliar. Di kelompok pertanian di pedesaan kita menumpai kriteria pemilikan atas alat bikinan untuk membedakan antara kaum borjuis dan kaum proletar.







Sumber: Sunarto K. (2004) Pengantar sosiologi. (Rev. ed.). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. (Hal 83-85).
LihatTutupKomentar